SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 27 Mei 2025

Penulis: Rati Suharjo

(Pegiat Literasi AMK)





Fenomena premanisme di Indonesia kian meresahkan. Berbagai aksi premanisme dilakukan untuk menekan dan menguasai masyarakat, merata di berbagai daerah, dari Jabodetabek hingga kota-kota lainnya. Baru-baru ini, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Serang menangkap 66 orang terduga pelaku premanisme. Beberapa di antaranya terlibat tindak kriminal menggunakan senjata tajam dan peredaran narkoba, bahkan terafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas).


Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan Prabowo Subianto memberikan perhatian serius terhadap isu premanisme, terutama yang dilakukan oleh oknum yang berlindung di balik Ormas. Presiden telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk mencari solusi, salah satunya pembinaan Ormas agar tidak mengganggu dunia usaha dan keamanan masyarakat (cnnindonesia.com, 9/5/2025). Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR, menegaskan saat berkunjung ke Polda Metro Jaya bahwa aparat penegak hukum harus bertindak tegas, menghadapi aksi premanisme yang kian mengkhawatirkan, terutama meningkatnya kasus tawuran bersenjata tajam. Polisi juga diminta menangani pelaku premanisme melalui penangkapan, pembinaan, dan penyidikan hukum yang tepat.


Premanisme yang berlangsung puluhan tahun ini menjadi bukti keresahan masyarakat. Pelaku memaksakan kehendak melalui intimidasi dan kekerasan. Pembentukan kelompok preman atau Ormas terkait berbagai faktor, seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan lemahnya iman. Ketiadaan bekal ilmu dan jeratan kemiskinan kerap mendorong tindakan kriminal demi bertahan hidup. Kurangnya pengawasan orang tua dalam mendidik anak, baik rohani maupun moral, juga berperan. Ketiadaan itu semua membuat tolak ukur dalam melakukan perbuatan adalah mencari kebahagiaan atau materi belaka, bukan berlandaskan nilai-nilai keimanan, seperti rasa takut kepada Allah Swt.


Ketimpangan penegakan hukum juga menjadi masalah serius. Hukum di negeri ini dianggap 'surga' bagi pelaku kriminal karena mudah dimanipulasi dan banyak celah untuk lolos hukuman melalui banding dan remisi.


Premanisme berkembang akibat penerapan sistem yang keliru. Pasalnya, Pemerintah menyerahkan pemenuhan kebutuhan pokok pangan, pendidikan, dan kesehatan kepada swasta. Masyarakat hanya dianggap konsumen, bukan pihak yang seharusnya terlindungi oleh pemerintah. Akibatnya, aksi premanisme marak dan mengancam stabilitas negara. Dalam sistem demokrasi, investasi merupakan andalan pendapatan negara namun, premanisme yang tak terkendali akan menghambat investasi.


Kegiatan ekonomi seperti diatas tentunya butuh keamanan. Sebagaimana yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa akan menindak tegas segala bentuk premanisme yang mengganggu masyarakat. Fenomena ini juga disoroti Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, yang menyatakan premanisme telah menyebabkan kerugian ratusan triliun rupiah akibat pembatalan investasi karena pemaksaan keterlibatan Ormas dalam kegiatan industri (tempo.com, 12/5/2025).


Problematika ini salah satunya solusi adalah menyejahterakan rakyat. Pasalnya aksi premanisme bukan sekadar kriminalitas, melainkan gejala kegagalan sistemik. Sistem yang mampu menyejahterakan rakyat, memenuhi kebutuhan dasar, akan mengurangi tindakan kriminal.


Sistem khilafah Adalah solusi tepat untuk menyelesaika persoalan ini. Di mana telah terbukti diterapkan selama 1300 tahun berdiri, sistem tersebut mampu menjaga keamanan dengan catatan kriminal yang sangat rendah—sekitar 200 kasus.  


Sejarawan Barat seperti Will Durant mengakui bahwa sistem khilafah memberikan rasa aman dan perlindungan yang adil bagi seluruh rakyatnya, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam Islam hukum memiliki dua fungsi utama: zawājir (pencegahan) dan jawābīr (penebusan dosa). Hukuman seperti hudud (misalnya, potong tangan, rajam) atau qishāṣ (balasan setimpal) tidak hanya menegakkan keadilan duniawi, tetapi juga diharapkan menggugurkan hukuman di akhirat. Dalam sistem khilafah, terdapat tiga jenis hukuman: hudud, qishāṣ, dan ta'zīr. Penerapannya terbukti efektif dalam meminimalkan kejahatan, berbeda dengan kondisi saat ini yang diwarnai peningkatan kejahatan dan menjadi konsumsi harian media massa.  


Oleh karena itu, sudah sepantasnya masyarakat dan negara menyadari bahwa solusi sejati kembali menerakan hukum Allah Swt. sebagaimana ditegaskan dalam Al-Maidah ayat 50-51: hukum Allah lebih baik daripada hukum buatan manusia. Kita perlu meninggalkan hukum jahiliah dan kembali pada aturan Islam agar rasa aman dan kesejahteraan sejati dapat dirasakan seluruh umat manusia, tanpa memandang agama.  


Wallahu a'lam bisshawāb.

Penulis: Arimbi N.U

(Aktivis Kota Blora)




Ibu, jangan tertipu tampilan layar gadget anakmu. Tampilan warna-warni yang menarik itu bukanlah game seperti yang kau pikir. Visual yang cantik memang menjadi salah satu daya tarik sekaligus tabir terselubung yang mengaburkan batas antara permainan biasa dan permainan judi online.

Transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia. Ini merupakan hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp 2,2 miliar.(cnbcindonesia.com, 8/5/2025).

Oleh karena itu, sangat penting seorang ibu juga melek terhadap teknologi, melek terhadap fakta terkini. Tidak harus menjadi FOMO, seminimalnya kepo dengan apa yang ada di gadget anaknya.

Jumlah transaksi judol yang dilakukan anak dibawah 17 tahun sangat fantastis. Pada empat bulan pertama di tahun 2025 saja lebih dari Rp 2,2 miliar sudah dirogoh dari kantong mereka. Uang orang tuanya yang bekerja membanting tulang, tak mengenal waktu, dihambur-hamburkan begitu saja untuk sesuatu permainan yang tidak jelas hasilnya namun jelas dosanya.

Apakah ini sekedar fenomena kemajuan zaman? Tentu tidak.

Ini adalah suatu hal yang terjadi secara tersistematis didukung oleh kapitalisme. Kapitalisme yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama akan menghalalkan segala cara meskipun harus dengan merusak generasi muda penerus bangsa. Jadi jangan heran dengan keberadaan situs-situs judi online yang semakin menjamur.

Pemerintah memang melakukan pemberantasan situs judol, tapi dilakukan dengan setengah hati dan tebang pilih. Pepatah mengatakan, mati satu tumbuh seribu. Pepatah ini sangat pas menggambarkan dunia judol.

Mirisnya lagi, selain kurang serius memberantas judol, pegawai pemerintah justru menjadi tameng bagi situs-situs judol tertentu.

Dikutip dari Kompas.com, 3 November 2024, diberitakan bahwa pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ditetapkan tersangka usai jadi "beking" ribuan situs judol. Polisi menangkap 16 tersangka, termasuk di antaranya 12 pegawai Komdigi yang melindungi ribuan situs judi online dengan perkiraan penghasilan mencapai Rp 8,5 miliar per bulannya.

Sangat berbeda dengan peran negara dalam Islam (khilafah) yang bertugas menjaga rakyat dari berbagai kerusakan, tak terkecuali judol.

Negara pasti menutup dan mampu memblokir akses semua konten yang merusak. Konten digital akan diarahkan sesuai aturan syariat dan dihadirkan untuk kemaslahatan rakyat.

Jadi bukan dengan menolak semua perkembangan teknologi dan menihilkan digitalisasi. Karena zaman memang bergerak maju, teknologi semakin canggih, bagai pisau bermata ganda tergantung pada penggunanya.

Itulah salah satu fungsi negara, menjaga rakyatnya agar memanfaatkan sesuatu yang diberikan Pencipta sesuai aturan-Nya. Aturan yang pasti memberikan kebaikan dan kebahagiaan bagi manusia.

Wallahu’alam bishowab

Minggu, 18 Mei 2025

Penulis: Sumiyah Umi Hanifah

(Anggota AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik)




“Ilmu adalah cahaya kehidupan.” Kalimat ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan yang memadai mampu mengubah dunia. Setiap orang tua mendambakan pendidikan setinggi mungkin bagi anak-anaknya. Namun, kenyataannya, tidak semua orang tua mampu membiayai pendidikan anak hingga jenjang tinggi. Banyak anak dan remaja terpaksa putus sekolah karena berbagai faktor. Apa penyebabnya, dan bagaimana solusinya?


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya 9,22 tahun (setara lulusan SMP). Angka ini di bawah standar rata-rata. Terdapat disparitas pendidikan yang mencolok. Misalnya, rata-rata lama sekolah di DKI Jakarta mencapai 11,5 tahun, sementara di Papua hanya 5,1 tahun (belum lulus SD). Hanya sekitar 10,2% penduduk Indonesia yang menyelesaikan pendidikan tinggi. (Sumber: kompas.com, 4/3/2025)


Fakta ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Negara bertanggung jawab menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, harus mengkaji penyebab ketimpangan pendidikan. Beberapa faktor penyebabnya, menurut para pakar, antara lain:


1. Akses dan infrastruktur pendidikan yang tidak memadai.

2. Perbedaan kondisi geografis antar pulau.

3. Persepsi sebagian masyarakat yang menganggap pendidikan kurang penting.

4. Keterbatasan guru berkualitas.


Keterbatasan akses pendidikan menjadi pemicu utama ketimpangan. Ironisnya, di tengah krisis ekonomi, pemerintah justru memangkas anggaran pendidikan dengan alasan efisiensi. Anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dipotong sekitar 39%, dari Rp57,6 triliun menjadi Rp35,1 triliun. (Sumber: manajemen.hmj.unimus.ac.id, 25/2/2025)


Pemangkasan anggaran menyebabkan banyak daerah, terutama daerah terpencil, kesulitan mengakses pendidikan layak. Fasilitas pembelajaran terbatas, transportasi sulit, akses listrik dan internet minim, dan gaji guru rendah sehingga banyak yang memilih mengajar di kota.


Minimnya alokasi dana pendidikan menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah. Ketergantungan pada utang luar negeri mengancam kedaulatan bangsa. Sistem pendidikan sekuler-kapitalis yang memandang pendidikan sebagai komoditas, bukan hak dasar, mempersulit akses masyarakat miskin.


Program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan sekolah gratis ada, tetapi implementasinya belum merata dan penerima manfaatnya terbatas. Pendidikan yang mahal dan berorientasi pasar menghasilkan tenaga kerja berbiaya rendah, bukan manusia unggul.


Efisiensi anggaran terbukti tidak menyelesaikan masalah. Sistem pendidikan sekuler-kapitalis telah gagal. Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang menjadikan pendidikan sebagai hak seluruh warga tanpa memandang status ekonomi. Negara Islam menjamin pendidikan gratis dan merata untuk mencetak generasi berilmu, bertakwa, dan terampil. Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat” (HR. Muslim).


Sistem pendidikan Islam mencetak generasi berakhlak mulia, cerdas, menguasai sains dan teknologi, serta beriman kuat. Negara bertanggung jawab penuh melalui Baitul Mal, memanfaatkan sumber daya seperti fai’, kharaj, dan kepemilikan umum. Tidak ada campur tangan swasta, dan negara mampu mandiri dalam penyelenggaraan pendidikan.


Selama sistem kapitalis-sekuler masih diterapkan, perubahan hanya akan menjadi mimpi. Sudah saatnya kembali pada sistem Islam kaffah yang selama 13 abad telah terbukti melahirkan peradaban gemilang.


Wallahualam bissawab.

Kamis, 15 Mei 2025

Penulis: Arimbi N.U

(Aktivis Kota Blora)




Beberapa waktu terakhir, ramai dibahas soal perbedaan angka kemiskinan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia. Perbedaan angkanya keduanya terlampau jauh hingga menimbulkan banyak pertanyaan.

Menurut laporan Bank Dunia, sekitar 60,3% atau sekitar 171,91 juta penduduk Indonesia dikategorikan miskin. Kriteria ini merujuk pada standar negara berpenghasilan menengah ke atas, yaitu pendapatan harian di bawah $6,85 PPP per kapita. Sementara itu, BPS menggunakan ukuran yang jauh lebih rendah: hanya $2,15 PPP per kapita, setara dengan Rp35.500 per hari.

Berdasarkan standar nasional tersebut, BPS mencatat tingkat kemiskinan hanya 8,57 persen, atau sekitar 24,06 juta jiwa per September 2024. Selisih angka yang sangat besar ini memunculkan tanya, apakah standar yang digunakan mencerminkan realitas?

Kita dapat menyimpulkan bahwa angka-angka statistik bisa disusun sedemikian rupa sesuai dengan kepentingan. Dalam hal ini, standar yang terlalu rendah membuat mereka yang hidup pas-pasan dianggap sudah “tidak miskin”. Bayangkan, dengan penghasilan sedikit di atas Rp35.500 per hari, seseorang bisa dianggap tidak miskin. Padahal, apakah jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan layak sehari-hari?

Akhirnya, pemerintah bisa mengklaim berhasil menekan angka kemiskinan. Namun realita berbicara lain. Di berbagai sudut negeri, kita masih melihat masyarakat hidup dalam kesulitan, bahkan ada yang kehilangan nyawa karena kelaparan.

Tragisnya, manipulasi data dilakukan demi membangun citra baik, menarik investor, dan mengejar pertumbuhan ekonomi semu. Tidak heran, karena semua kembali pada sistem yang mendasarinya yaitu kapitalisme. Sistem ini menjadikan uang sebagai tolok ukur utama, tanpa benar-benar peduli pada nasib manusia di dalamnya.

Sampai kapan kita mau terus dibutakan oleh sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang pemilik modal? Kapan masyarakat menyadari bahwa sistem ini tidak akan pernah berpihak pada rakyat kecil?

Sudah saatnya kita menoleh pada sistem ekonomi Islam, satu-satunya sistem yang lahir dari wahyu Tuhan, bukan kepentingan manusia. Sistem yang menjadikan kesejahteraan setiap individu sebagai tanggung jawab negara, bukan diserahkan pada mekanisme pasar atau korporasi.

Wallahu a’lam bishshawab.

Rabu, 14 Mei 2025

Penulis: Ummu Salsa

(Praktisi Kesehatan)




Pendahuluan

Sejak April 2025, kebijakan proteksionisme Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kembali mengguncang tatanan perdagangan global. Dengan slogan "Make America Great Again," AS mengenakan tarif impor terhadap sekitar 180 negara, dengan target utama adalah Cina yang dianggap sebagai eksportir inflasi dan melakukan praktik perdagangan yang tidak adil. Tarif impor tinggi yang mencapai 245% untuk beberapa produk AS dibalas oleh Beijing dengan tarif serupa, serta pembatalan kerja sama dengan perusahaan Amerika, yang mengakibatkan inflasi dan penurunan daya beli di AS. Cina juga mengambil langkah strategis jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS dengan mendorong penggunaan Yuan dalam transaksi internasional (Media Umat, edisi 379).


Konflik tarif ini bukan sekadar perselisihan ekonomi, melainkan bagian dari persaingan strategis antara dua kekuatan dunia yang mencakup aspek ekonomi, teknologi, dan geopolitik. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, turut merasakan dampaknya dan perlu mengambil langkah strategis untuk melindungi kepentingan nasional (Jurnal HANKAM, 2025).


Dampak dan Peluang Strategis bagi Indonesia

Kebijakan tarif Trump bertujuan untuk melindungi industri domestik AS. Ironisnya, di Indonesia, Presiden Prabowo justru menghapus kuota impor dengan alasan kelancaran perdagangan (Sarasehan Ekonomi, 8 April 2025). Langkah ini dikritik oleh Ustadz Ismail Yusanto yang menekankan perlunya perlindungan pasar dan industri dalam negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan kebijakan AS ini dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3-0,5 poin dan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS.


Dari sudut pandang geopolitik dan ketahanan ekonomi, perang dagang mengganggu rantai pasok global. Ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan baku ke Cina dan AS membuatnya rentan terhadap penurunan permintaan dan harga komoditas. Di bidang stabilitas kawasan dan pertahanan, militerisasi di Laut China Selatan menjadi perhatian, menuntut Indonesia untuk memperkuat pertahanan maritimnya, terutama di Natuna.


Dalam aspek investasi dan keamanan teknologi, pembatasan teknologi AS terhadap Cina membuka peluang relokasi industri ke Indonesia. Namun, risiko infiltrasi teknologi sensitif juga perlu diwaspadai. Banyak perusahaan Cina mencari alternatif lokasi produksi untuk menghindari tarif AS, yang dapat menjadi peluang investasi di sektor manufaktur Indonesia asalkan reformasi birokrasi dipercepat. Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara di Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah menjadi strategi penting untuk mengurangi ketergantungan pada AS dan Cina. Sekitar 70% bahan baku industri elektronik Indonesia masih bergantung pada impor dari Cina, menunjukkan kerentanan sektor ini terhadap gejolak perdagangan. Ketegangan di Laut China Selatan juga menuntut peningkatan kesiapsiagaan maritim Indonesia (Jurnal Hankam, 2025).


Perang dagang AS-Cina menghadirkan tantangan strategis bagi Indonesia dalam hal geopolitik, pertahanan, dan ketahanan ekonomi. Pemanfaatan peluang relokasi industri, diversifikasi pasar, dan penguatan pertahanan maritim memerlukan strategi lintas sektoral yang terpadu dan berbasis data untuk menjaga kedaulatan dan meningkatkan daya saing nasional di tengah ketidakpastian global. Langkah proaktif dan reformasi struktural menjadi kunci stabilitas ekonomi dan peningkatan daya saing (Jurnal Hankam, 2025).


Paradoks Kapitalisme

Prinsip pasar bebas dalam kapitalisme kini diuji dengan kebijakan proteksionisme AS. Teori ekonomi liberal klasik yang menekankan perdagangan bebas tanpa campur tangan negara, yang dulu dipromosikan oleh AS melalui lembaga internasional, kini ditinggalkan demi melindungi kepentingan domestik. Kebijakan tarif agresif ini merupakan bentuk proteksionisme yang dulu dikritik oleh AS ketika diterapkan oleh negara lain (Anonim, 2025; The New York Times). Direktur Pamong Institute, Wahyudi al-Maroky, menilai kebijakan tarif Trump sebagai cerminan kesombongan dan watak asli kapitalisme yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya (Kabar Petang: Khilafah News, 19 April 2025).


Kembali Pada Islam Kaffah Sebagai Solusi Problematika Global

Pengamat ekonomi Yanuar Rizky menilai bahwa pelemahan ekonomi dan industrialisasi di Indonesia sudah terjadi bahkan sebelum perang tarif AS-Cina, yang berpotensi memperburuk kondisi ekonomi dan mengancam terjadinya gagal bayar utang. Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM), Agung Wisnuwardana, menyatakan bahwa Islam memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan ekonomi mandiri melalui penggunaan dinar dan dirham serta pengelolaan sumber daya alam yang melimpah (Kabar Petang: Khilafah News, 19 April 2025).


Menurut Agung Wisnuwardana, persatuan umat Islam adalah kunci untuk mewujudkan potensi ini. Dengan akidah Islam sebagai pemersatu, dunia Islam dapat menjadi kekuatan yang lebih dahsyat dari negara mana pun. Ia menekankan pentingnya pembangunan kesadaran di kalangan umat Islam dan ahlun nushrah (elite politik, militer, dll.) untuk mendukung tegaknya sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah (Emje, MU edisi 379, 2025). 


Pengamat ekonomi Rizal Taufikurrahman berpendapat bahwa umat Islam dapat memperkuat ketahanan ekonomi dengan mendorong sistem ekonomi syariah yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Secara geopolitik, negara-negara Muslim memiliki peluang untuk membentuk aliansi ekonomi baru. Dunia Islam, dengan lebih dari 50 negara dan potensi sumber daya alam serta militer yang besar, dapat menjadi kekuatan global yang signifikan jika bersatu di bawah kepemimpinan seorang Khalifah dalam sistem Khilafah. Persatuan 2 miliar umat Islam akan menciptakan pasar yang besar dan menghimpun SDM ahli untuk mencapai kemajuan sains, teknologi, dan pengelolaan SDA demi kemuliaan Islam dan umat Muslim. 


Kesimpulan: 


Perang dagang AS-Cina menciptakan tantangan dan peluang bagi Indonesia. Di tengah paradoks kapitalisme yang terlihat dari kebijakan proteksionisme AS, gagasan untuk kembali pada sistem Islam secara komprehensif (kaffah) muncul sebagai solusi alternatif. Persatuan umat Islam dan penerapan sistem ekonomi syariah dianggap sebagai potensi besar untuk mencapai kemandirian ekonomi dan pengaruh geopolitik yang signifikan di tingkat global.

Penulis: Rita Handayani 

(Founder Media)





Blora kembali menjadi sorotan, kali ini bukan karena kekayaan alamnya, melainkan rencana pendirian kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di wilayahnya. Sebuah kabar yang seharusnya membawa angin segar bagi dunia pendidikan, namun justru memicu polemik. Tarik ulur lokasi antara Blora Kota dan Cepu, hingga kekhawatiran akan nasib kampus swasta lokal, mewarnai diskursus publik. (memanggil.co,12/5/2025)


Pertanyaan mendasar pun muncul: bagaimana seharusnya kebijakan pendidikan yang adil dan berpihak pada kemaslahatan seluruh umat Islam di Blora dirumuskan?


Dalam Islam, ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan negara memiliki tanggung jawab besar untuk memfasilitasi akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh warganya, tanpa diskriminasi. Kebijakan pendidikan haruslah berorientasi pada pemerataan kesempatan, peningkatan kualitas, dan pembentukan generasi yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia.


Polemik pendirian Kampus UNY di Blora membuka ruang bagi kita untuk merenungkan bagaimana seharusnya sistem pendidikan Islam diterapkan secara menyeluruh. Bukan sekadar mendirikan bangunan fisik, namun juga membangun sistem yang adil, merata, dan memberdayakan seluruh potensi umat.


Khilafah: Pilar Pendidikan yang Membangun Peradaban Gemilang


Dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah yang menerapkan syariat Islam secara kafah, pendidikan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Negara akan mengambil langkah-langkah strategis untuk memastikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh rakyat:


 * Pendidikan Gratis dan Berkualitas: Negara akan menjamin pendidikan gratis berkualitas di semua tingkatan, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Sumber pendanaan akan berasal dari Baitul Mal (kas negara), yang dialokasikan secara proporsional untuk sektor pendidikan sebagai investasi jangka panjang bagi kemajuan umat.


 * Kurikulum yang Terintegrasi: Kurikulum pendidikan akan dirancang secara terintegrasi, menggabungkan ilmu-ilmu agama (syar'i) dan ilmu-ilmu duniawi ('aqliyyah) secara seimbang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki pemahaman agama yang mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.


 * Pemerataan Akses Pendidikan: Negara akan berupaya keras untuk memastikan pemerataan akses pendidikan hingga ke pelosok daerah. Pembangunan sekolah dan fasilitas pendidikan yang memadai, penyediaan tenaga pendidik yang berkualitas, serta pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu akan menjadi prioritas.


 * Penghargaan dan Pengembangan Tenaga Pendidik: Guru dan dosen akan mendapatkan penghargaan dan (perlakuan) yang layak dari negara. Program pelatihan dan pengembangan profesional akan terus ditingkatkan untuk menjaga kualitas tenaga pendidik.


 * Otonomi Kampus yang Bertanggung Jawab: Perguruan tinggi akan diberikan otonomi dalam pengembangan kurikulum dan penelitian, namun tetap bertanggung jawab kepada negara dalam hal visi, misi, dan kontribusi terhadap kemajuan umat.


Contoh Penerapan Islam dalam Pendidikan: Menghidupkan Kembali Tradisi Keilmuan


Sejarah Islam mencatat kegemilangan peradaban yang dibangun di atas fondasi ilmu pengetahuan. Pada masa Abbasiyah, Baitul Hikmah di Baghdad menjadi pusat penerjemahan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Negara memberikan dukungan penuh kepada para ilmuwan dan cendekiawan dari berbagai latar belakang agama dan etnis. Perpustakaan-perpustakaan besar didirikan, dan akses terhadap ilmu pengetahuan terbuka lebar bagi siapa saja yang memiliki minat dan kemampuan.


Universitas-universitas seperti Al-Azhar di Kairo dan Universitas Al-Qarawiyyin di Fes menjadi pusat studi Islam dan ilmu-ilmu lainnya yang menarik pelajar dari seluruh dunia. Pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek teoritis, tetapi juga pada pengembangan keterampilan praktis dan etika keilmuan.


Dalam konteks polemik Kampus UNY di Blora, solusi Islam akan melihat pendirian kampus negeri sebagai langkah positif untuk meningkatkan akses pendidikan. Namun, negara juga akan memperhatikan nasib kampus swasta lokal. Alih-alih menciptakan persaingan yang tidak sehat, negara dapat mendorong sinergi dan kolaborasi antara kampus negeri dan swasta dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Misalnya, melalui program pertukaran pelajar dan dosen, kerjasama penelitian, atau pembagian sumber daya yang saling menguntungkan.


Keputusan terkait lokasi pendirian kampus juga akan diambil berdasarkan musyawarah yang melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk perwakilan masyarakat, tokoh pendidikan, dan pemerintah daerah, dengan mempertimbangkan maslahat (kemaslahatan) yang paling besar bagi seluruh penduduk Blora.


Penutup: Pendidikan sebagai Investasi Peradaban dalam Naungan Khilafah


Polemik rencana pendirian Kampus UNY di Blora adalah momentum untuk merefleksikan visi pendidikan Islam yang holistik dan berkeadilan. Dalam naungan Daulah Khilafah, pendidikan bukan sekadar urusan duniawi, melainkan juga ibadah yang akan membentuk generasi penerus yang berilmu, beriman, dan mampu membangun peradaban yang gemilang. Dengan sistem pendidikan yang berlandaskan syariat Islam secara kafah, insya Allah, Blora akan menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan yang berkontribusi bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia.

Wallahualam bissawab. 



Penulis: Rita Handayani 

(Founder Media)





Tanah Blora menyimpan kekayaan tersembunyi, perut buminya mengandung minyak yang seharusnya menjadi rahmat bagi penduduknya. Namun, ironi kerap kali menghampiri. Regulasi yang ada justru terasa seperti tembok penghalang bagi para penambang tradisional, mereka yang telah menggantungkan hidup pada sumur-sumur tua warisan leluhur. (planet.merdeka.com, 12/5/2025)


Kisah ini adalah potret buram tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam seringkali jauh panggang dari api kesejahteraan rakyat. Lantas, bagaimana Islam memberikan solusi yang adil dan tuntas?


Dalam pandangan Islam yang mulia, bumi dan segala isinya adalah amanah dari Allah SWT. Sumber daya alam, termasuk minyak bumi, adalah milik seluruh umat. Negara, dalam sistem Islam yang ideal yaitu Daulah Khilafah, memegang peran sebagai ra'in (pemimpin yang bertanggung jawab) dan khadim (pelayan) bagi rakyat. Amanah pengelolaan kekayaan alam ini tidak boleh diselewengkan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau korporasi, melainkan harus didedikasikan sepenuhnya untuk mewujudkan kemaslahatan seluruh masyarakat.


Khilafah: Menghadirkan Tata Kelola Sumber Daya Alam yang BerkeadilanDi bawah naungan syariat Islam yang diterapkan secara kaffah, negara memiliki mekanisme yang jelas dan terukur dalam mengelola sumber daya alam dan mendistribusikan hasilnya kepada rakyat:


1. Syura sebagai Landasan Kebijakan: Kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam tidak akan diputuskan secara sepihak. Negara akan melibatkan para ahli di bidang syariah, ekonomi, lingkungan, dan perwakilan masyarakat dalam proses syura (musyawarah) untuk memastikan kebijakan yang diambil berpihak pada keadilan dan kemaslahatan.


2. Pengelolaan Profesional dan Amanah: Negara akan membentuk badan atau departemen khusus yang diisi oleh tenaga ahli yang kompeten dan memiliki integritas tinggi untuk mengelola sumber daya alam. Mereka akan bekerja secara profesional, efisien, dan bertanggung jawab, dengan mengedepankan prinsip amanah dalam setiap tindakan.Transparansi yang Menerangi: Seluruh proses pengelolaan, mulai dari izin eksplorasi hingga laporan keuangan, akan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh publik. Rakyat memiliki hak untuk mengetahui bagaimana kekayaan alam mereka dikelola dan ke mana hasilnya dialokasikan. Mekanisme hisbah akan berfungsi sebagai pengawas independen untuk mencegah praktik korupsi dan penyimpangan.


3. Distribusi Kekayaan yang Merata: Hasil dari pengelolaan sumber daya alam akan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk:


● Pembiayaan Kebutuhan Dasar: Sebagian besar pendapatan akan dialokasikan untuk membiayai kebutuhan dasar seluruh warga negara, seperti pendidikan gratis berkualitas di semua tingkatan, layanan kesehatan yang terjangkau dan merata, penyediaan pangan yang cukup, dan jaminan keamanan.


●Pembangunan Infrastruktur: Negara akan menggunakan sebagian pendapatan untuk membangun infrastruktur yang memadai, seperti jalan, jembatan, transportasi publik, listrik, dan air bersih, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan memudahkan aktivitas ekonomi masyarakat.


●Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Negara akan memberikan perhatian khusus kepada masyarakat di wilayah penghasil sumber daya alam. Program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, dan dukungan modal akan diberikan agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam pengelolaan kekayaan alam di wilayahnya.


●  Jaminan Sosial bagi yang Membutuhkan: Negara akan menyediakan jaminan sosial yang layak bagi fakir miskin, anak yatim, kaum difabel, dan kelompok rentan lainnya dari dana Baitul Mal yang sebagiannya berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam.


● Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi: Sebagian pendapatan juga akan diinvestasikan dalam riset dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, termasuk teknologi pengelolaan sumber daya alam yang lebih efisien dan ramah lingkungan, demi kemajuan bangsa dan generasi mendatang.


Menghidupkan Kembali Asa Penambang Tradisional Blora:


Dalam konteks penambang minyak tradisional di Blora, negara dalam naungan Khilafah akan melihat mereka bukan sebagai masalah, melainkan sebagai bagian dari solusi. Negara akan:


Memberikan Legalitas dan Pembinaan: Negara akan memberikan izin resmi kepada para penambang tradisional yang memenuhi syarat keamanan dan kelestarian lingkungan. Mereka akan diberikan pembinaan teknis dan bantuan permodalan agar dapat bekerja dengan lebih baik dan aman.


Membentuk Lembaga misalnya Koperasi atau BUMM: Negara dapat memfasilitasi pembentukan koperasi atau Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM) yang beranggotakan para penambang tradisional, sehingga mereka memiliki wadah untuk mengelola hasil tambang secara kolektif dan mendapatkan harga yang lebih adil.


Menyediakan Akses Pasar: Negara akan membantu para penambang tradisional dalam memasarkan hasil minyak mereka, baik melalui mekanisme pasar yang adil maupun dengan membelinya untuk kebutuhan industri dalam negeri.


Dengan demikian, kekayaan alam Blora tidak hanya menjadi milik negara secara formal, tetapi juga dirasakan manfaatnya secara nyata oleh masyarakatnya, termasuk para penambang tradisional yang selama ini berjuang dengan keterbatasan regulasi. Inilah wujud keadilan dan kesejahteraan yang dijanjikan oleh Islam ketika syariatnya diterapkan secara menyeluruh.


Penutup: Saat Amanah Ditunaikan, Berkah pun Melimpah


Kisah Blora dan potensi kekayaan alamnya adalah cerminan dari tantangan pengelolaan sumber daya alam di banyak tempat. Solusi hakiki terletak pada kembali kepada sistem yang adil dan berlandaskan wahyu Ilahi. Ketika negara menjalankan amanahnya sebagai pengelola kekayaan alam dengan berlandaskan syariat Islam, dan ketika rakyat diakui sebagai pemilik sejati yang berhak menikmati hasilnya, maka keberkahan akan melimpah dan kesejahteraan akan merata. Inilah janji Islam, sebuah sistem yang tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga seluruh aspek kehidupan, termasuk bagaimana negara mengelola kekayaan alam demi kemaslahatan seluruh umat manusia.

Wallahualam bissawab.


Minggu, 11 Mei 2025

Penulis: Rati Suharjo

Pegiat Literasi





Seperti matahari yang bersinar pagi, tak terbendung meski manusia berusaha mencegahnya, demikian pula kehendak Allah Swt. Walau manusia menentangnya, khilafah akan tetap tegak, sebagaimana janji Allah Swt. dalam Q.S. An-Nur ayat 55.


Pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Senin, 21 April 2024, yang menolak khilafah dalam bentuk apa pun di wilayah Mediterania, serta ancaman perluasan respons Israel ke Lebanon dan wilayah lain (arrahmah.com, 23 April 2025), menunjukkan rasa takut dan kekhawatirannya. Penerimaan luas ide khilafah di masyarakat, dan perkembangannya yang pesat di negara-negara Muslim, bagai bola salju yang menggelinding, disadarinya dengan jelas.


Jihad dan khilafah, bagi sebagian kalangan, dipandang sebagai solusi untuk membebaskan Palestina. Hal ini telah disadari oleh Israel dan sekutunya. Umat Islam, terutama militernya, akan berbondong-bondong membantu rakyat Gaza dengan semangat juang tinggi, seperti yang dilakukan Umar bin Khattab r.a., dan Salahuddin Al-Ayyubi dalam merebut Palestina, serta Muhammad Al-Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel.


Dengan khilafah, negara-negara Muslim akan menerapkan ekonomi Islam, sehingga menyulitkan Israel dan sekutunya menguasai kekayaan alam seperti emas, minyak, batu bara, dan lainnya. Khilafah juga akan membentengi akidah umat dari ideologi liberalisme, pluralisme, sekularisme, dan nasionalisme yang mengabaikan nasib Palestina, Uighur, dan Kashmir. Kerja sama penguasa Muslim dengan Israel yang mengabaikan penderitaan rakyat Gaza merupakan ironi yang menyedihkan.


Tegaknya syariat akan membuat umat Islam mampu membedakan saudara dan musuh. Barat dan sekutunya pun akan khawatir, jika kapitalisme dan komunisme sebagai alat untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya, akan runtuh.


Untuk memuliakan umat Islam di Palestina, Uighur, Kashmir, dan lainnya, penerapan syariat Islam dalam bingkai Daulah Islamiyah, bagi sebagian, dianggap sebagai solusi. Umat Islam telah hidup tanpa khilafah selama lebih dari 100 tahun, maka menegakkan khilafah atau syariat Islam, bagi sebagian pendukungnya, tak dapat ditunda. Pemilihan khalifah telah dicontohkan para sahabat Nabi, seperti Umar bin Khattab r.a., Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin Abi Thalib r.a., setelah wafatnya Rasulullah saw..


Rasulullah saw. wafat pada hari Senin, namun dimakamkan pada malam Rabu setelah para sahabat memilih khalifah pengganti untuk memimpin umat Islam di seluruh dunia. Setelah Rasulullah saw. meninggal, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. yang memimpin umat Islam atau yang menjadi khalifah. Namun, perluasan Islam belum tersebar hingga Yerusalem.


Yerusalem adalah tempat yang telah berulang kali ditaklukkan oleh umat Islam. Umar bin Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq, pada 637 M telah berhasil menaklukkan Yerusalem dari Kekaisaran Bizantium. Kemudian Yerusalem ditaklukkan kembali oleh Salahuddin Al-Ayyubi pada 1187. Sejak sistem kekhilafahan runtuh pada 1924, Israel mulai berulah, yaitu pada 1967 ingin merebut dan menguasai wilayah Palestina. Bahkan, saat ini Yerusalem telah ditetapkan sebagai Ibu Kota Israel.


Umat Islam seharusnya tak tinggal diam karena Yerusalem adalah tanah suci ketiga setelah Mekah dan Madinah. Membebaskan Palestina dari Israel bukanlah tugas presiden dan perdana menteri yang menerapkan hukum buatan manusia, melainkan, bagi sebagian, melalui sistem khilafah yang menerapkan hukum berdasarkan Al-Qur'an, Hadis, ijma', dan qiyas. Hal ini menunjukkan bahwa khilafah adalah ajaran Islam atau sistem pemerintahan Islam (nizhâm al-hukm fî al-Islâm).


Sebagai umat Islam, seharusnya mencontoh Rasulullah saw. Rasulullah saw. bukanlah mendakwahkan agama ritual semata, akan tetapi 80% dakwah Rasulullah saw. adalah mendakwahkan Islam agar diterapkan dalam sebuah pemerintahan.


Hal ini terbukti, bahwa setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah pada 622 M, Islam diterapkan secara kaffah, baik politik, ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Rasulullah saw. juga mengadakan perjanjian kepada negara kafir dan memimpin perang, ketika melakukan penaklukan-penaklukan ke wilayah lain. Tujuannya adalah menyebarkan Islam hingga ke penjuru dunia.


Penaklukan inilah yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, Salahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih dan lainnya.


Oleh karena itu, untuk merebut kembali Palestina dari cengkeraman Israel, umat Islam, bagi sebagian, harus kembali menerapkan Islam dalam bingkai daulah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabatnya, yaitu Khulafaur Rasyidin.


Wallahu a'lam bisshawab.

Senin, 05 Mei 2025

Penulis:Anizah

(Aktivis Kota Blora)



Lagi, dan lagi kekerasan seksual disekolah kembali terjadi. Seorang guru sekaligus juga kepala sekolah dasar (SD) swasta berbasia Islam di Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, berinisial Di (37) warga Sragen, menjadi pelaku sodomi terhadap sejumlah siswa. Seluruh korban merupakan laki-laki, dan jumlah korban mencapai 20 anak. Diketahui, sekolah tersebut beroperasi sekitar tahun 2019 lalu, selama beroperasi sekolah belum mengantongi izin dari Kementrian Agama. Aksi pencabulan sendiri sudah terjadi sejak 3 tahun yang lalu. Pelaku melancarkan aksinya mulai dari jam istirahat siang, kegiatan ekstra kulikuler hingga kegiatan kemah. Atas perbuatannya itu pelaku dijerat pasal 82 jo pasal 76E undang-undang Rebublik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. detikjateng 27/04/2025

--------



Akibat Sanksi yang Ringan di Sistem yang Rusak


Miris, lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menuntut ilmu justru menjadi tempat subur bagi berlangsungnya kejahatan seksual. Seorang guru yang seharusnya mendidik, membina dan membimbing generasi malah menjadi predator seksual dilingkungan sekolah. 


Kini, kasus pelecehan seksual bukan hanya terjadi disatuan tingkat menengah atau tinggi saja, akan tetapi sudah menjangkau ke sekolah dasar, juga merambah ke sekolah yang berbasis Islami. 


Maraknya kejahatan seksual di lembaga pendidikan, ini artinya bukan hanya masalah individunya yang bejat atau oknum, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah sistem yang salah nan rusak. Ini semua karena penerapan sistem sekuler liberal. 


Dalam sistem sekuler, agama harus dipisahkan dengan kehidupan. Agama dianggap sebagai bagian dari ranah privat dan boleh hanya mengatur ibadah individu saja, urusan kehidupan lainnya biar diatur oleh akal manusia dengan membuat hukum sendiri. Aturan Allah dianggap tidak memiliki wewenang dalam mengatur kehidupan manusia. Mereka bebas melakukan apa saja tanpa berfikir apakah yang dilakukan perbuatan baik atau buruk maupun halal atau haram. 


Pemimpin di sistem yang rusak ini tidak bisa meriayah rakyatnya melainkan hanya sebagai legulator saja. Faktanya, kejahatan seksual makin bertambah dan diperburuk dengan mudahnya mengakses pornografi, pornoaksi, dan pornoliterasi bagi semua kalangan. Seharusnya, pemerintah mampu memblokir semua situs yang mengandung konten pemicu tindakan mesum, tetapi pemerintah seolah-olah tidak berdaya. 


Belum lagi sanksi yang diberikan pada pelaku kejahatan seksual tidak membuat pelakunya jera. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum dinegara ini bisa dibeli. Sanksi terhadap pelaku oknum guru ini sangatlah ringan, padahal kejahatan yang dilakukan sangatlah berat. Bayangkan saja, kejahatan sodomi yang sangat berdampak pada kondisi fisik dan psikis korban, tetapi hanya dijatuhi hukuman maksimal 15 tahun penjara. Padahal, kejahatan ini berpotensi besar menimbulkan kejahatan serupa di kemudian hari dengan dampak kerusakan yang lebih besar terhadap generasi. Karena, mereka yang saat ini menjadi korban bisa menjadi pelaku di masa yang akan datang.

--------


Sanksi Tegas dalam Islam


Islam mempunyai sanksi yang tegas untuk para pelaku tindak kriminal. Sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir).

Disebut sebagai pencegah karena sebuah sanksi akan mencegah orang-orang untuk melakukan suatu tindakan dosa dan kriminal. Sedangkan, sebagai penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan saksi di akhirat. Jadi, seseorang yang telah mendapat saksi yang syar'i di dunia, maka gugurlah sanksi baginya diakhirat.


Dalam Islam untuk pelaku zina sesama jenis (homoseksual) hukumannya adalah hukuman mati. Sebagaimana sabda Rasulullah saw "siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as. maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Abu dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah) 

Sedangkan, untuk pelaku lesbi maka sanksinya diserahkan pada khalifah. 


Adapun yang berkaitan dengan pelaku yang memamfaatkan kejahatan seksual ini sebagai lahan bisnis, maka hanya khalifahlah yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada mereka. Jenis hukumannya bisa dalam bentuk penjara hingga hukum mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Dengan demikian, hanya Islamlah satu-satunya yang mampu menuntaskan segala bentuk kejahatan seksual yang terjadi saat ini.

Wallahualam bissawab. 

Jumat, 02 Mei 2025

Penulis: Jihan Aisy

Pelajar, Nusa Ibah Binti Kaab

Tangerang





Palestina, tanah suci yang pernah dibebaskan Umar bin Khattab r.a. dan Shalahuddin al-Ayyubi, kembali dilanda duka. Al-Quds, rumah bagi Masjid Al-Aqsa—tempat suci ketiga umat Islam—terus mengalami penghancuran akibat agresi Israel. Genosida, penghancuran fasilitas umum, dan pembatasan ibadah menjadi realita pahit bagi rakyat Palestina.


Baru-baru ini, Netanyahu berupaya membatalkan perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatangani, meskipun Israel sendiri menyatakan pada Minggu pagi telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza selama Ramadan dan Paskah (aleneia.id, 2 Maret 2025). Akibatnya, umat Muslim di Palestina terhambat beribadah di bulan Ramadan karena pembatasan salat, menimbulkan anggapan bahwa Israel berupaya "menyahudikan" mereka. Padahal, ibadah Ramadan sangat berarti bagi umat Muslim karena pahalanya dilipatgandakan dan dosa-dosanya diampuni.


Umat Muslim dihalangi beribadah dan akses ke tempat ibadah mereka dibatasi, sehingga Hamas menuduh Israel mengingkari perjanjian (nomorsatukaltim.com, 1 Maret 2025). Sangat menyedihkan saudara-saudara kita saat ini tidak dapat beribadah dengan bebas. Hal ini disebabkan oleh sistem yang zalim yang belum terselesaikan hingga akarnya. Akibatnya, kita kesulitan membantu saudara-saudara kita yang kelaparan, ketakutan, dan terhambat beribadah. Bantuan bahan pokok saja tidak cukup sebagai solusi jangka panjang.


Semua ini terjadi akibat banyak negara Muslim menerapkan demokrasi kapitalis, yang melahirkan nasionalisme tinggi dan mengabaikan penderitaan saudara-saudara mereka di Palestina. Berbeda dengan penerapan Islam yang menyatukan umat dalam satu tubuh, sebagaimana hadis: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh,” (HR. Bukhari Muslim).


Saat ini, umat Muslim di Palestina dibombardir dan bantuan dihalangi, begitu pula akses untuk beribadah. Namun, ini semua tak akan terjadi jika negara-negara menerapkan sistem Islam. Dengan tegaknya sistem Islam, pemimpin akan mengirimkan pasukan untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina.


Oleh karena itu, marilah kita mengingatkan saudara-saudara kita tentang penderitaan kaum Muslimin di Palestina.


Wallahu a'lam bisshawab.


Penulis: Sendy Novita, S.Pd., M.M.

(Praktisi Pendidik)





Program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan hasil signifikan. Dalam dua minggu, transaksi yang diterima Samsat Blora mencapai Rp6,2 miliar. Hal ini disampaikan Ruswandi, Kepala Seksi Pajak Kendaraan Bermotor Unit Pengelolaan Pendapatan Daerah (Kasi PKB UPPD) Blora (Kompas.com, 21/4/2025). Pembagiannya: Rp3,875 miliar untuk provinsi dan Rp2,33 miliar untuk kabupaten.


Pajak merupakan komponen penting dalam sistem ekonomi kapitalis, berfungsi sebagai sumber penerimaan negara. Secara teoritis, pajak adalah kontribusi wajib warga negara kepada pemerintah untuk kepentingan umum (pendidikan, kesehatan, infrastruktur). Besaran tarif pajak umumnya disesuaikan dengan penghasilan. Di beberapa negara maju, pajak penghasilan individu dapat mencapai 50%, sementara pajak pertambahan nilai (PPN) diterapkan pada semua barang dan jasa. Aturan pajak yang sering berubah dan tingginya kasus korupsi menyebabkan kesulitan pemahaman dan kepatuhan wajib pajak.


Dalam sistem kapitalis, pajak berperan menjaga stabilitas ekonomi dan mengontrol inflasi. Besaran pajak disesuaikan dengan pendapatan; pendapatan tinggi, pajak tinggi, dan sebaliknya. Kendati demikian, pajak tetap menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara (hampir 82,4% pada 2024).


Berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan utama. Penerimaan negara diatur secara rinci, meliputi harta rampasan perang, pungutan tanah (kharaj), jizyah (pungutan dari non-muslim), usyur (pungutan perdagangan luar negeri), harta tidak sah penguasa/pegawai negara (korupsi), khumus (barang temuan dan tambang), dan dharibah (Qadim Zallum, *Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah*). Dengan demikian, APBN dalam negara Islam yang kaffah idealnya tidak bergantung pada pajak.


Pengaturan APBN dalam sistem Islam juga berbeda. Tidak diperlukan persetujuan majelis umat, berbeda dengan sistem kapitalis yang memerlukan persetujuan DPR. Sistem perpajakan kapitalis yang kompleks dan luas, dikenakan pada hampir setiap transaksi, barang, dan jasa, dapat dipandang sebagai pelanggaran hak milik dan berpotensi mengurangi kesejahteraan rakyat.


Dalam Islam, khalifah berwenang menetapkan besaran dana yang dibutuhkan rakyat sesuai syariat. Pengenaan pajak diharamkan kecuali dalam kondisi tertentu, dan tidak boleh menjadi sumber pendapatan utama. Setelah kondisi negara stabil, pengenaan pajak seharusnya dihentikan.

Wallahualam bissawab. 

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts