SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 19 Oktober 2023

Oleh. Aisyah Ummu Fadhilah

(Pegiat Literasi Kota Blora)





Masyarakat Blora dikejutkan dengan peristiwa pencabulan terhadap sejumlah santri yang mondok di salah satu pesantren wilayah Banjarejo. Semula yang melapor hanya satu korban. Namun dari hasil penyidikan diketahui bahwa korban ada 3 orang dan semuanya laki-laki. Modus pelaku MRM (44) adalah memberi iming-iming surga, meminta korban untuk memijat kemudian secara spontanitas memaksa korban memuaskan hasrat pelaku (Radar Kudus, 27/09/2023)


Menurut AKBP Agus Puryadi melalui Kasat Reskrim AKP Slamet menyatakan hubungan pelaku dan korban adalah guru ngaji dan santrinya. Dari pengakuannya, pelaku sudah melakukan pencabulan berulang kali. Menurut bukti-bukti yang ada tindakan tersebut sudah berjalan setahun.


Orang tua korban menambahkan (berdasarkan pengakuan dari korban), pelaku melakukan aksinya itu di empat tempat yang berbeda. Yaitu, dirumah, rumah panggung (tempat ngaji), di masjid, dan juga di Gedung NU Mlangsen Blora. (Radar Kudus, 19/09/2023)


Aksi pencabulan juga terjadi terhadap disabilitas di kecamatan Kradenan. Seorang perempuan (24) penyandang disabilitas dicabuli oleh kakek (60) yang merupakan tetangga korban, hingga korban melahirkan (22/08/2023). Pencabulan dilakukan pelaku di rumah korban saat orang tua dan kakak korban tidak ada di rumah. Pelaku mengancam akan membunuh korban jika tidak menuruti keinginannya (Nusantara News, 29/09/2023)


Tak hanya itu, di Jepon juga terjadi kasus pencabulan. Bahkan korbannya penyandang disabilitas ganda. Kasus pencabulan di kecamatan Jepon ini paling lama dalam penanganannya, karena korban sampai 2 kali melahirkan dan 2 kali lapor polisi. Baru terungkap predatornya sampai 2 tahun lebih. Kendala lamanya kepolisian dalam mengungkap kasus ini dari 2020-Januari 2023 adalah karena korbannya adalah seorang disabilitas ganda dan pelakunya merupakan ayah kandung korban (62). (Liputan 6, 15-01-2023)


Kasus lainnya dirilis oleh Satreskrim Polres Blora pada Juli 2023. Pelakunya adalah tetangga korban berinisial S (54) dan korbannya masih SMP. Pelaku melancarkan aksinya sebanyak 2 kali dengan modus memberikan uang saku kepada korban sebesar 20rb dan 50rb. (Tribun Jateng, 13-07-2023)


Tentu menjadi pertanyaan besar, mengapa perbuatan keji tersebut terjadi di lingkungan pendidikan dan pelakunya adalah aktor pendidik juga orang-orang terdekat korban? Bagaimana mampu tercetak generasi hebat jika mereka dirusak? Lingkungan yang seharusnya menjadikan mereka objek pendidikan yang semestinya dijaga dan dibina dengan sebaik-baiknya. Guru yang seharusnya menjadi pembimbing dan memberi contoh baik kepada muridnya. Orang-orang yang seharusnya menjaga dan melindungi mereka. Malah melakukan tindakan asusila dan amoral. Apalagi pelaku adalah guru di lembaga pendidikan Islam.


Ayah merupakan kerabat yang sangat dekat yang berkewajiban melindungi anaknya dari tindakan-tindakan yang berpotensi menghancurkan masa depannya. Begitu pula tetangga, adalah pihak yang dekat rumahnya, yang pada umumnya hidup saling membantu satu sama lain. Mereka semua malah merusak masa depan anak yang tidak berdosa dengan perilakunya yang durjana.


Regulasi Tidak Berfungsi


Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), pada periode 1 Januari sampai 27 September 2023 saja ada 19.593 kasus tindak kekerasan yang telah tercatat di seluruh Indonesia. (Databoks.katadata.co.id, 27/09/2023)


Jika bicara regulasi, di negeri ini sejatinya sudah banyak regulasi untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak, diantaranya: UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, adanya larangan bagi setiap orang melakukan kekerasan atau mengancam akan melakukan kekerasan, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, memaksa atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul. Bagi yang melanggar ketentuan tersebut maka akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar. (Kompas 06/01/2022)


Ditambah dengan adanya UU no 17 tahun 2016 yang menetapkan pemberatan hukuman atas pelaku yang memiliki hubungan dekat dengan korban yaitu pelaksanaan kebiri kimia. Juga ada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, yang berisi tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk di lingkungan perguruan tinggi. Dalam Permendikbud 30 tersebut dijelaskan, bahwa kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, fisik, nonfisik, bahkan melalui teknologi informasi dan komunikasi.


Tak hanya itu, juga terdapat UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) tahun 2022. Kemudian ada Peraturan Menag No. 73/2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan, yang diterbitkan pada awal Oktober 2022 lalu, ternyata semua regulasi itu tidak mampu dalam menangani kasus yang ada baik pencegahan maupun penanggulangan.


Kegagalan dari berbagai regulasi yang diterapkan, menunjukkan bahwa permasalahan mendasar kekerasan terhadap anak bukan pada kurangnya regulasi. Melainkan karena penerapan sistem yang salah yaitu sistem sekuler dalam kehidupan. Sekularisme ini juga yang dijadikan sebagai asas dalam pembuatan regulasi yang ada.


Sekularisme tidak menumbuhkan rasa takut, meski ada sanksi pemberatan seperti hukuman pidana, denda, hingga hukuman kebiri. Kehidupan yang berorientasi pada materi dan pemenuhan hawa nafsu sudah membutakan mata dan hati. Membuat kekerasan terhadap anak bahkan kekerasan seksual, menjadi tidak lagi dianggap sebagai perbuatan yang tercela dan keji. Sungguh, adanya penambahan regulasi sebanyak apapun tanpa memperbaiki akar masalah tidak akan memberikan arti. 


Akibat dari Sekularisme


Jika menelaah terkait penyebab dari permasalahan ini, setidaknya ada beberapa faktor:


Pertama, Pondasi Keimanan


Keimanan kaum muslimin saat ini yang semakin terkikis. Sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini mampu membuat individu muslim tidak merasa berdosa saat ia melakukan pelanggaran hukum syara. Kaum muslim semakin jauh dari pemahaman akidah yang benar. Akidah menjadi sangat dangkal, pemahamannya hanya sebatas pelaksanaan ibadah ritual semata.


Kedua, Pola Hidup Liberal


Pola hidup bebas atau liberal dan juga permisif menambah runyam kondisi yang ada. Ditambah dengan lingkungan masyarakat yang tidak peka pada keburukan dan kemaksiatan. Titik kritis yang seharusnya menjadi alarm bersama adalah bahwa kasus kekerasan seksual tersebut sejatinya muncul akibat pola pikir liberal (serba bebas). Ini terjadi karena pola pikir liberal memang dibiarkan tumbuh subur sebagai konsekuensi dari tegaknya sistem demokrasi dengan akidahnya, yakni sekularisme.


Ketiga, Dampak Media 


Keberadaan media terlebih media sosial dijadikan sebagai instrumen untuk menderaskan ide-ide liberal. Seperti halnya pornografi dan pornoaksi secara masif dan langsung di gawai masing-masing individu. Ini menjadi faktor yang turut mempercepat maraknya kekerasan seksual. 


Lemahnya filter media yang tidak mampu dikendalikan negara membuat dampaknya semakin buruk. Hal ini diperparah dengan tipisnya kadar keimanan individu serta abainya keterikatan mereka terhadap standar halal-haram.


Solusinya hanya Syariat Islam


Pemerintah sering berdalih telah melakukan banyak hal untuk menekan laju peningkatan kasus kekerasan seksual. Namun, tetaplah sepanjang peradaban sekuler ini masih ditegakkan dan dipertahankan, maka kerusakan tidak akan pernah hilang. Individu akan sulit menjaga ketakwaannya, masyarakat akan kehilangan fungsi amar makruf nahi munkar, dan negara juga akan tetap abai terhadap tugas dalam menjaga masyarakat dari segala hal yang membahayakan kehidupan.


Mubaligah nasional Ustazah Kholisoh Dzikri di dalam liputan MNews,15/01/2023 menyampaikan empat langkah yang harus dilakukan untuk menuntaskan kasus pelecehan dan kekerasan seksual. Diantaranya adalah:


Pertama, negara wajib membangun ketakwaan individu untuk setiap rakyat dan mendorong mereka untuk selalu taat dalam rangka menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.


Kedua, negara wajib menutup rapat semua pintu terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual, baik itu berupa tontonan, ragam tayangan atau iklan yang dapat mendorong bangkitnya syahwat, memblokir semua situs porno dsb. Negara sebagai pemilik kebijakan, mempunyai kewajiban untuk hadir dalam mengatur konten film. Agar film menjadi media yang edukatif, mencerdaskan, memberi pencerahan, menginspirasi kebaikan serta mendorong masyarakat untuk bertakwa.


Ketiga, negara wajib memberi sanksi tegas yang mampu membuat jera para pelaku dengan menerapkan had (hukuman) Islam atas pelaku pelecehan seksual, perkosaan, maupun tindak pidana lainnya dengan hukuman jilid, rajam, atau hukuman lain sesuai ketetapan dalam hukum Islam. 


Syeikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya sistem sanksi dalam Islam, menjelaskan perbuatan liwath akan dikenai u liwath dengan pedang kemudian membakarnya karena dosanya yang besar. Khalifah Umar dan Utsman berpendapat pelaku ditimpuki dengan benda-benda keras sampai mati.


Namun, seluruh mekanisme tersebut hanya bisa diterapkan dalam sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai pondasinya yaitu Institusi Khilafah. Hanya dalam Khilafah, kekerasan seksual diatasi dengan upaya yang berlapis-lapis, dan disertai juga dengan penegakan hukum yang sangat tegas.


Oleh karena itu, upaya dalam menegakkan kembali Khilafah harus menjadi fokus perjuangan para intelektual muslim dan juga seluruh umat Nabi Muhammad. Karena dengan menggantungkan harapan pada sistem sekuler hanya akan menghasilkan kerusakan dan kegagalan.


Sementara Khilafah telah terbukti mampu mengatasi berbagai problematik umat dengan tuntas dan berkeadilan. Di dalam Khilafah, tidak ada pihak yang dirugikan, masyarakat pun merasakan ketenangan dan terbebas dari tindak kejahatan.


Wallahualam bissawab.




Rabu, 18 Oktober 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)




Viral video aksi bullying hingga pada tindak kekerasan. Pelaku memukul dan menendang korban berulang kali sampai terpental ke lapangan volly.

Dikutip JawaPos.com dari akun Instagram @Infomajenangofficial, penyebab tindak bully siswa SMP Cilacap tersebut dikarenakan berebut pacar. (Jawa pos.com, 27/9/2023).

Maraknya kasus kekerasan di dunia pendidikan semakin memprihatinkan. Pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia-manusia beradab, malah berubah menjadi biadab. Generasi terdidik berubah menjadi generasi sakit, bullying dan kekerasan diambilnya jadi solusi.

Akibatnya sederet kasus penganiayaan timbul di kalangan remaja dengan status pelajar, yang mengakibatkan korban terluka fisik, dan mental bahkan hingga banyak kasus berujung maut mewarnai dunia pendidikan.

Bak Fenomena Gunung Es

Kasus bullying sampai pada aksi kekerasan, bukanlah kali ini saja. Bahkan banyak kasus sebelumnya sampai memakan korban Jiwa.

Seperti siswa MTs di Blitar tewas setelah dianiaya temannya. Pelakunya saja yang masih duduk di kelas 9 MTs di Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar. Salah satu teman sekelas korban menceritakan kronologinya ketika ditemui di RSU Al-Ittihad pada 25-8-2023. Waktu itu, korban yang sedang mengerjakan tugas di dalam kelas, dipanggil pelaku. Kemudian, korban menemui pelaku di depan pintu kelas dan langsung dipukuli. 

Pada hari yang sama, terjadi kasus yang sama di Lamongan, Jawa timur, salah seorang santri kelas 1 MTs di ponpes Kec. Paciran, meninggal dunia diduga akibat dianiaya, rekannya. Pada pukul 06.30 WIB, orang tua korban (Basuni, 38), diajak pihak pesantren untuk ke rumah sakit. Lalu ia mendapati putranya dalam keadaan sudah meninggal dunia dengan sejumlah luka pada tubuhnya. (Surabaya Pagi, 25-8-2023)

Itu hanya sebagian yang sudah terekspos. Maraknya kasus ini bak fenomena gunung es yang terus memakan korban. 

KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat.

Semakin Marak

Semakin maraknya kasus bullying juga  penganiayaan diantara remaja. Menunjukkan solusi yang ada, tidak solutif. Tentu ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam. 

Jika, dianalisa banyaknya kasus kekerasan yang menimpa remaja dan dunia pendidikan saat ini. Diantara penyebabnya adalah karena kurikulum pendidikan yang belum sampai di tahap pencegahan terjadinya kekerasan. 

Keberadaan pendidikan agama yang di sekolah/madrasah tidak mampu membentuk pribadi siswa yang bertakwa atau kepribadian yang islami. Yaitu pribadi siswa yang senantiasa taat dalam menjalankan perintah Allah juga menjauhi segala larangan-Nya, pribadi yang selalu merasa dirinya diawasi oleh Allah dalam setiap jengkal perbuatannya. Tak hanya itu, dalam metode pengajaran agamanya juga tampak baru sebatas transfer ilmu. Sehingga menjadikan hasil pengajaran tidak membekas bahkan pelajar termotivasi untuk menerapkannya.

Hal tersebut terjadi akibat masuknya pengaruh buruk dari gaya hidup sekularisme, dan liberalisme, hedonisme. Lihat saja mulai dari film-film favorit hingga media sosial yang diakses para remaja sarat dengan kekerasan.

Semua ini diperparah dengan banyak keluarga yang mengabaikan pendidikan untuk putra putrinya, orang tua sibuk dengan urusan masing-masing. Maka hal yang wajar akhirnya, banyak anak yang “dididik” oleh media. Keluarga tidak lagi menjadi madrasah untuk mereka. Tak ayal anak-anak malah menjadi korban kekerasan di keluarga atau anak menyaksikan kekerasan yang terjadi dalam keluarganya.

Ditambah dengan negara yang belum juga mampu memberi regulasi yang tepat untuk mencegah kekerasan. Juga tidak mampu menerapkan sistem sanksi yang bisa menjerakan.

Islam Jadi Solusi

Banyak PR pendidikan yang harus segera diselesaikan negeri ini. Salah satunya masalah kekerasan dalam dunia pendidikan. Solusi yang selama ini diterapkan tidak mampu menyelesaikan permasalahan, bahkan menimbulkan masalah lain. Solusi itu berasal dari sekularisme liberalisme,

Oleh karena itu, kita harus segera mengoreksi bahwa selama ini sistem pendidikan yang diterapkan, tidak tepat. Maka wajib bagi kita untuk bersegera menerapkan sistem pengganti yang diberikan Allah Swt.

Karena Allah telah menjamin bahwa hanya dengan penerapan aturan-Nya, yang akan mampu menyelesaikan persoalan secara tuntas. Melalui penerapan hukum Islam yang secara kafah akan menuntaskan problematika hidup, serta menghindarkan dari musibah, krisis, dan siksa.

Berdasarkan akar masalah di atas, bagaimana cara Islam memberi solusi? Berikut adalah uraiannya.

Pertama, Pencegahan Kekerasan

Pencegahan kekerasan di wilayah pendidikan dan remaja tentu harus didasari dari pembenahan lembaga pendidikan dan kurikulumnya

Kurikulum pendidikan harus memiliki keseragaman dan juga sejalan dengan strategi serta tujuan pendidikan Islam. Untuk itu, kurikulum pendidikan wajib berdasar atas akidah Islam. Sedangkan strategi pendidikannya adalah upaya dalam membentuk pola pikir islami (akliah islamiah) dan pola sikap islami (nafsiah islamiah). Sehingga seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disusun berdasarkan strategi tersebut.

Maka dari itu capaian pendidikan yang didapat adalah membentuk kepribadian islami (syahsiah islamiah) serta membekalinya dengan ilmu pengetahuan terkait masalah kehidupan. Metode pendidikan yang ada akan dirancang untuk merealisasikan tujuan itu. Sehingga setiap metode yang orientasinya bukan pada tujuan tersebut akan dilarang.

Pembentukan syahsiah islamiah adalah pembentukan pola tingkah laku anak didik yang sesuai akidah Islam serta tingkah lakunya senantiasa mengikuti Al-Qur’an. (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyyah Islamiyyah juz I). Sehingga ia akan merasa senantiasa diawasi oleh Allah menjadikan dirinya akan selalu bertingkah laku sesuai ajaran Islam.

Hal itu adalah konsekuensi dari seorang muslim. Muslim harus memegang erat identitasnya juga jati dirinya. Sebagai seorang muslim, harus senantiasa bertingkah laku islami di mana pun, kapan pun, dan dalam aspek apapun aktivitasnya. Identitas ini menjadi kepribadian yang akan tampak pada pola pikir serta sikapnya yang berdasar pada ajaran Islam. Maka setiap tingkah lakunya diukur sesuai standar ajaran Islam, yaitu halal dan haram.

Kedua, Sosial Media Menjadi Media Edukasi

Media harus dijadikan alat untuk mampu mendidik masyarakat, yaitu dengan memengaruhi masyarakat supaya makin bertakwa, terdorong untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Bukan malah mempertontonkan bullying, kekerasan, penganiayaan, tawuran, dan sebagainya.

Era digitalisasi ini, jangankan anak yang sudah SMP, bahkan anak balita dan  bayi pun sudah mengakses HP. Untuk menenangkan saat anak rewel, dengan main game ataupun menonton film kartun.

Untuk itu pentingnya pemerintah dalam menertibkan media. Memberi peraturan dan memfilter apa saja yang boleh dan tidak boleh lolos dan diakses masyarakat dan anak-anak. Negara wajib menindak tegas dan memberi sanksi menjerakan bagi pihak yang telah melanggar.

Ketiga, Pendidikan Keluarga

Pendidikan di dalam keluarga harus mampu melahirkan anak yang saleh dan salihah. Mendidik anak memang tugas orang tua dan ibu menjadi pemegang peran utama. Bersama sang ayah, seorang ibu punya kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang saleh dan salihah, yaitu memiliki kepribadian islami (muslim yang tingkah lakunya sesuai akidah Islam)

Anak yang memiliki pribadi Islam akan mampu melaksanakan perintah Allah juga menjauhi larangan-Nya. Pendidikan merupakan hal penting yang harus diberikan orang tua kepada anaknya. Tidak sesuatu yang lebih bermanfaat dan berharga bagi anak, kaum muslim, dan juga agama Islam, kecuali pemberian pendidikan yang baik kepada generasi.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pemberian seorang ayah (orang tua) yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR Tirmidzi).

Selaras dengan firman Allah Swt. dalam QS Al-Furqan, ayat 74, bahwasanya: Orang tua yang mampu memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang mampu mengantarkan anaknya menjadi qurrota a’yun muttaqina imamah (penyejuk hati dan pemimpin orang-orang bertakwa).

Namun hal tersebut tidak akan berjalan sukses tanpa andil dari negara. Pemerintah punya peran besar agar pendidikan keluarga bisa sukses. Negara selain harus memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi juga harus mampu menyelenggarakan pembekalan bagi keluarga. Supaya setiap keluarga mampu mendidik putra-putrinya.

Keempat, Regulasi Tegas dan Efektif

Pemerintah sebagai pemimpin negara, harus berdaya dan tangguh dalam menerapkan regulasi yang efektif. Salah satunya untuk mencegah kekerasan. Juga wajib menetapkan sanksi yang menjerakan.

Sanksi bagi tindak kekerasan harus berfungsi sebagai pencegah (zawajir) bagi masyarakat yang lain agar tidak melakukan kekerasan yang sama. Juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) atau membuat jera bagi pelakunya.

Dalam penjelasan kitab Nizham al-Uqubat fi Al-Islam, Syekh Abdurrahman al-Maliki menjelaskan sanksi bagi pembunuh tidak sengaja adalah wajib membayar diat. Satu diat setara 1.000 dinar dan satu dinar setara 4,25 gram emas.

Sementara bagi yang melakukan penganiayaan sanksinya sesuai luka yang dialami korban. Bagi pelaku yang telah menganiaya sampai melukai kepala akan didenda 1/3 diat dan satu kaki 1/2 diat. Sementara bagi yang membunuh dengan sengaja, maka ia dihukum mati.

Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 179, “Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”

Sedangkan sanksi atas perbuatan mencela, mengolok-olok, memfitnah, dan pelanggaran lain yang semisalnya mengenai harga diri, sanksinya adalah penjara. Berapa lamanya tergantung besar-kecil kesalahannya. (Syekh Abdurrahman al-Maliki, Nizham Uqubat fi Al-Islam).

Islam melindungi nyawa maka dilarang membunuh, baik bunuh diri, pembunuhan sengaja, ataupun pembunuhan tidak sengaja. Walaupun pembunuhan tidak sengaja, tetap akan diberi sanksi.

Inilah agungnya ajaran Islam, sangat menjaga juga menghargai manusia. Islam membuat setiap individu berhati-hati dalam bertindak, jangan sampai perbuatannya menzalimi atau menghilangkan nyawa orang lain.

Semua itu akan mampu mendorong orang tua untuk mendidik anak-anaknya. agar tidak melakukan pembullyan, kekerasan, kejahatan dan kemaksiatan. Serta selalu bertakwa dengan melaksanakan perintah Allah dan juga menjauhi larangan-Nya. Orang tua juga akan senantiasa menjaga keluarganya dari kobaran api neraka.

Firman Allah dalam QS At-Tahrim: 6, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Penerapan Islam secara kafah mampu memberikan solusi dan menyelesaikan kasus kekerasan dalam dunia pendidikan. Tidakkah kita menginginkannya?

Wallahualam bissawab.

Minggu, 15 Oktober 2023

Oleh. Erny

(Penulis Kota Blora)





Harga minyak dunia naik, harga bbm pun naik. Problem kenaikan bbm negeri ini bak sinetron yang ditayangkan ulang berkali-kali. Masyarakat tentu menjadi resah ketika mendengar bbm naik karena berdampak pada harga sejumlah kebutuhan pokok.


Kenaikan harga minyak dunia diantaranya disebabkan berkurangnya pasokan dari negara Arab Saudi sebesar 1 juta barel per hari. 


"Arab Saudi mengumumkan akan melanjutkan pemangkasan produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari sampai akhir tahun ini. Menurut perkiraan kami, dengan adanya pemangkasan ini stok minyak global akan turun 0,2 juta barel per hari pada kuartal IV 2023," kata US. EIA ( Energy Information Administration) dalam Short-Term Energy Outlook edisi September 2023. (Databoks.katadata.co.id 4/10/23).


Dikutip dari Reuters, harga patokan internasional minyak berjangka jenis Brent naik 17 sen menjadi US$92,05 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 19 sen menjadi US$88,71 per barel.


Penguatan tersebut imbas dari terbatasnya pasokan minyak mentah di akhir 2023 setelah kebijakan perpanjangan pengurangan produksi minyak oleh Arab Saudi dan Rusia.


Pasar pun khawatir pengurangan tersebut memicu defisit pasokan minyak yang besar hingga akhir tahun ini.


Indonesia dengan kekayaan migas nya yang besar tidak semestinya panik ketika harga minyak dunia bergejolak. 


Di pertengahan tahun 2022, kementerian ESDM mengumumkan temuan cadangan migas baru di blok Andaman II dan blok Andaman III yang berlokasi di perairan laut Aceh, potensinya diperkirakan menjadi yang terbesar di dunia. 


Hal ini membuktikan bahwa Indonesia sejak penjajahan Belanda hingga kini masih menjadi negara dengan kekayaan migas yang besar, bahkan di tahun 1980an pernah tergabung di OPEC.


Sayang seribu sayang, pengelolaan migas di blok Andaman diserahkan ke perusahaan asing Repsol milik Spanyol, seperti yang terjadi di blok Cepu pengelolaannya diserahkan ke ExxonMobil milik Amerika.


Lemahnya aturan negeri ini yang menjadikan negeri ini tidak pernah maju dan sejahtera. "Jauh panggang dari api". Semuanya tak lepas dari penjajahan kapitalisme yang mengendalikan kebijakan penguasa negeri ini. 


Penguasa bekerja atas asas manfaat, yang dipikirkan hanya untung dan rugi dan abai pada dampak kenaikan harga bbm bagi kesejahteraan rakyat.


Islam secara tegas mengatur bahwa kekayaan alam adalah milik umum dan dikelola oleh negara untuk kesejahteraan umat. Dilarang keras menswastanisasi apalagi dikelola oleh swasta/individu. Mengingat dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bahwa "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.


Hal tersebut pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika memberikan izin kepada Abyadh untuk mengelola tambang garam. Ketika Rasulullah saw. mengetahui bahwa tambang garam adalah milik umum maka Rasul pun mencabut pemberian izin tersebut dan melarang tambang itu dikuasai oleh individu.


 Wallahualam bissawab.

Kamis, 12 Oktober 2023

Oleh. Bunda Nafra 

(Pemerhati Sosial/Jawa Tengah)





Miris, aksi pencabulan kini kembali terulang. Sejumlah santri di salah satu pondok pesantren wilayah Banjarejo, Blora Jawa Tengah, telah mengalami kasus kejahatan seksual (pedofilia) yang pelakunya tidak lain adalah pimpinan ponpes (MRM) dengan iming iming surga. (Radar Kudus, 19/09/2023) 


Kasus pencabulan yang dilakukan oleh MRM kepada santrinya bermula dari meminta korban untuk memijit yang ujungnya memaksa korban untuk memuaskan hasrat pelaku. 


Kini, kasus pencabulan 

tengah ditangani serius oleh Satreskrim Polres Blora. Berdasar penyidikan, MRM mengaku telah melakukan aksi bejatnya hampir lebih dari satu tahun, dan dilakukan di tempat tempat yang berbeda. Yakni di rumah, rumah panggung, di masjid dan di gedung NU Mlangsen Blora. Selanjutnya, korban juga diancam untuk tidak melaporkan tindak kejahatannya kepada orang lain. 


Menurut AKP Selamet dalam konferensi pers yang digelar menuturkan pelaku terjerat hukuman pidana, disangkakan di pasal 6 huruf C dan Pasal 15 Huruf B UU Nomor 12 tahun 2022. Ancamannya maksimal 12 tahun.


Jika kita cermati, aksi bejat kejahatan seksual kini kian banyak terungkap terjadi di sekitar kehidupan kita. Ironisnya sang pelaku justru orang yang kita jadikan teladan, pendidik, atau bahkan orang terdekat korban. 


Meski, pelaku telah dijerat hukuman dan dikenakan denda, namun mengapa tindak kejahatan seksual ini bukannya berkurang  malah justru bak jamur tumbuh subur di musim penghujan. 


*Keefektifan Regulasi Penanganan Kekerasan Seksual*


Tidak dimungkiri pemerintah telah berupaya keras melahirkan berbagai regulasi untuk menekan laju tindak kejahatan seksual yang kian merajalela. Dari sanksi pidana, sanksi sosial dan sanksi kebiri. (Okezone.com 07/01/2023) 


Berbagai bentuk kejahatan seksual yang kini merebak di sekitar kita berbagai ragam ada  perkosaan, perbudakan seks, perdagangan  seks, kehamilan  paksa, kekerasan seksual, eksploitasi seksual, hingga penyalahgunaan  seks dan aborsi. 


Padahal berbagai ancaman sanksi pidana untuk kejahatan seksual juga sudah dikerahkan dalam bentuk perundang-undangan. 


Antara lain; Pasal 5 UU Tindak pidana kekerasan  seksual (TPKS) yang mengatur bahwa pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara dan denda maksimal  Rp 10juta.


Sedangkan bagi pelaku pelecehan seksual fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta, sesuai pasal 6 UU TPKS


Begitu pula terdapat sanksi untuk pelaku kekerasan  seksual  berbasis elektronik  dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak 200 juta. Pelaku perbudakan  seksual terancam pidana penjara paling lama 15 tahun  dan/  atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.


Selain sanksi pidana juga ada saksi sosial yang sifatnya  berlaku di masyarakat terkait adat sesuai tempat tinggal. 


Yang terakhir ada juga saksi kebiri,  Hukum kebiri akan diberlakukan untuk pelaku kejahatan seksual bisa berupa pemotongan penis dan buah zakat atau alat kelamin luar laki laki yang ini diatur dalam UU no 23 tahun 2002 perlindungan anak  dan perubahannya serta peraturan  pemerintah nomor 70 tahun 2020 tatacara pelaksanaan  tindakan kebiri kimia, pemasangan alat penetrasi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan  seksual terhadap anak. 


Dari banyaknya saksi yang digulirkan oleh pemerintah diharapkan mampu memberikan efek jera dan memberikan manfaat  yang positif.

Namun kenyataan yang terjadi angka  kekerasan seksual meningkat eksponensial. 


Menurut Erlinda, Komisi Sekjen Perlindungan Anak menuturkan dari satu korban yang melaporkan, dibelakangnya ada delapan korban yang menjadi korban namun tidak melaporkan. 


Ini menunjukkan meski berbagai regulasi telah dibuat belum secara signifikan berdampak menekan laju tindak kekerasan seksual. 


Kemudian, jika kita mau jujur hukuman yang selama ini dikenakan kepada pelaku tindak kekerasan  seksual  yang termaktub dalam UU dari bentuk sanksi kurungan penjara, denda  atau pun pengebirian secara fisik atau kimia, semua hukuman tersebut ternyata tidak menjerakan pelaku. Buktinya tindak asusila tersebut kian meningkat merajalela. 


Selain itu juga, hukuman tersebut  tidaklah sebanding dengan dampak mengerikan yang dirasakan oleh korban.


Selama hayat dikandung badan, trauma akibat kekerasan seksual itu akan terasa melekat kuat pada diri korban sebagai tragedi yang memilukan. Maka sudah seharusnya tindak perilaku bejat ini harus segera diakhiri, jika tidak, bagaimana keberlangsungan masa depan generasi kita esok hari.


*Faktor Meningkatnya Laju Tindak Kekerasan Seksual*


Ada banyak faktor pemicu meningkatnya tindak kekerasan  seksual yang terjadi akhir akhir ini. Antara lain;  lemahnya keimanan, pengaruh gaya hidup bebas, permissif, liberal, kurangnya kontrol/ pengawasan keluarga, lingkungan, masyarakat, serta masifnya tontonan tontonan pembangkit syahwat yang mudah diakses siapapun akibat era digital teknologi dengan sebaran sosial media yang turut menormalisasi kemaksiatan/tindakan asusila (pacaran bebas, zina, kumpul kebo, swinger/bertukar pasanga, penyimpangan seksual kaum pelangi dan sebagainya). 


Mengingat Indonesia adalah negeri dengan populasi besar menjadi bidikan pasar yang strategis untuk industri budaya populer, Indonesia juga dinobatkan sebagai negara yang paling kecanduan scrolling handphone HP  didunia durasi 5-7 jam dalam sehari. Selain itu, Indonesia juga memimpin konsumsi terbanyak di Asia Tenggara sebanyak 3,5 miliar jam konten setiap bulannya dalam penggunaan  aplikasi layanan streaming film over to top (OTT) platform.(Imune.com 6/10/2023) 


Fakta yang luar biasa di atas tentunya sangat dominan menjadi pintu masuknya pemikiran liberal, budaya yang serba bebas dari barat diadopsi oleh masyarakat kita yang mengakibatkan dampak pergeseran nilai yang luar biasa. Maka tak ayal jika menjadi tidak terkendali dan justru terus subur meningkatkan  tindakan kekerasan  seksual. 


Sehingga diakui jika fenomena kekerasan seksual  bukanlah problem yang berdiri sendiri namun berulangnya kasus kekerasan sesual pada anak  ibarat fenomena gunung es. Ini artinya tindak bejat ini bukan bersifat kasuistik melainkan perkara sistemik. Yang sejatinya melahirkan individu individu pemuja syahwat, nir iman dan telah menghilangkan rasa takut di dada mereka akan dosa  dan azab pedih  dari Allah SWT.  


Inilah alam kapitalisme  dengan asas sekulerismenya yang menjunjung tinggi nilai kebebasan, ternyata merusak semua tatanan kehidupan. Tidak ada lagi budaya ketimuran menjaga sifat malu, namun yang ada individu bebas yang semakin liar mengagungkan kebebasan. 


Tidak ada lagi kontrol agama. Agama hanya sebatas nilai yang mengatur wilayah ibadah hamba kepada Tuhanya saja. Sementara dalam aspek kehidupan yang lain semua tata aturan diserahkan kepada akal manusia. 


Walhasil regulasi tidak akan bisa menuntaskan kekerasan seksual sebelum bisa memahami akar permasalahan meningkatnya angka kekerasan seksual. Selama  pijakan sistem kehidupan kita adalah kebebasan maka selama itu pula tindak kekerasan akan terus merajalela.


Untuk itu, dibutuhkan supporting system yang kuat, yang dapat melawan tindak kejahatan seksual.


Mengapa butuh supporting system yang kuat? 


Supporting system yang kuat pasti akan  membentuk individu individu di dalamnya juga memiliki karakter yang kuat, karakter yang kuat lahir dari keimanan yang kuat. Pribadi berkarakter kuat yang bertaqwa pasti  akan selalu terdorong menjalankan ketaatan dan takut akan penghisaban kelak di Yaumul Akhir. 


Yang kedua supporting system juga dibutuhkan ketegasan mengambil sikap dalam menutup semua akses pintu masuknya ide liberal bebas yang memicu tindak kejahatan seksual. Bukan sekedar memperhitungkan keuntungan namun lebih berpihak pada keberlangsungan peradaban dan masa depan akhirat. Supporting system ini tegas menindak atau memberhentikan tontonan, tayangan ataupun iklan yang mengumbar dan merangsang syahwat semata. Selain itu juga berperan besar dengan menghadirkan tontonan sebagai tuntunan dengan film film edukatif,  inspiratif kebaikan dan mendorong jalan ketaqwaan. 


Selain itu juga diperkuat dengan menghadirkan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kejahatan seksual yang menjerakan dengan menerapkan hukuman yang pantas bagi pelakunya. 


Sebagaimana sanksi atas pelaku tindak kejahatan seksual menurut Madzhab Syafi’i, seorang pemerkosa harus dihad (disanksi). Dan ini disesuaikan dengan statusnya, jika ia seorang laki-laki yang sudah berkeluarga, maka ia terkena had zina muhson, yaitu dirajam sampai mati. Jika ia laki-laki yang lajang, maka ia terkena had ghair muhson, yang mana ia akan dijilid atau dicambuk sejumlah 80 kali.


Pun diabadikan dalam kitab suci Al-Quran bahwa Allah telah mengazab kaum nabi Luth yang melakukan tindak liwath, dengan azab yang pedih. 


Disebutkan pula dalam kitab sistem sanksi karya Syeikh Abdurrahman Al Maliki bahwa untuk sanksi hudud jenis hukumannya sudah ditentukan oleh Allah dan Rasulnya yakni hukuman mati. Ini artinya untuk menjaga kemuliaan seseorang,  Islam betul betul memiliki sistem sanksi yang tegas membuat jera saat terjadi tindak pidana kejahatan seksual. Sehingga bukan mustahil jika ingin menuntaskan persoalan tindak kejahatan seksual secara tuntas di bulan maulid ini kita jadikan moment tepat untuk meneladani seluruh perbuatan, perkataan Rasulullah saw. dalam tugas pengembanan dan pengabdian kepemimpinan Islam untuk rahmat seluruh alam. Sebab hanya dengan menjadikan Islam sebagai tatanan kehidupan maka segala kejahatan seksual akan bisa dihilangkan dan ditekan. 

Wallahualam bissawab.



Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts