Oleh : Niken Ayu Puspitasari
Indonesia, dengan tanahnya yang subur dan kekayaan alam melimpah, seharusnya mampu menjamin ketahanan pangan bagi rakyatnya. Sektor pertanian menjadi tulang punggung, terutama dalam produksi beras, kebutuhan pokok kita.
Ironisnya, di tengah klaim produksi beras yang melimpah, harga komoditas ini justru meroket, membuat sebagian besar masyarakat menjerit.
Fenomena ini, yang terjadi di lebih dari 130 kabupaten/kota pada Juni 2025, menjadi anomali yang membingungkan: bagaimana mungkin harga naik saat stok berlimpah dan produksi diklaim meningkat?
Melonjaknya Harga di Tengah Klaim Produksi Berlimpah
Baru-baru ini, Indonesia memang mengalami angka stok beras yang sangat melimpah.
Namun, meskipun diklaim melimpah, lebih dari 130 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga pada pekan kedua Juni 2025. Kondisi ini sangat memberatkan rakyat kecil, karena harga beras melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kenaikan harga beras yang terjadi saat ini menjadi anomali yang membingungkan banyak pihak. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahkan menegaskan bahwa seharusnya harga beras turun jika produksi meningkat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi beras nasional pada Januari-Juli 2025 mencapai 21,76 juta ton, naik hampir 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, fakta di pasar justru sebaliknya, harga beras melonjak.
Indikasi Praktik Pasar Tidak Sehat dan Penumpukan Stok
Kondisi ini memperlihatkan adanya praktik pasar yang tidak sehat yang merugikan konsumen. Kebijakan Bulog yang mewajibkan penyerapan gabah petani dalam jumlah besar mengakibatkan penumpukan stok beras di gudang.
Bagi masyarakat, terutama keluarga berpenghasilan rendah, kondisi ini sangat memukul. Apalagi, para suplai beras juga terganggu dengan kenaikan harga ini.
Prof. Lilik Sutiarso mendukung langkah cepat Satgas Pangan Mabes Polri yang turun langsung melakukan pengecekan anomali distribusi beras SPHP di sejumlah pasar induk besar seperti Cipinang, Jakarta Timur.
Menurut Prof. Lilik, kenaikan harga beras sangat tidak masuk akal mengingat tahun ini produksi beras nasional dalam kondisi memuaskan, di mana stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tahun ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah.
“Anomali semacam ini tidak boleh dibiarkan karena merugikan masyarakat dan juga para petani. Bagaimana mungkin beras kita 4,2 juta [ton] tapi harga di sejumlah pasar naik,” katanya (Beritasatu.com, 19/6/2025).
Dinamika Harga dan Stok di Pasar Nasional
Merujuk data BPS, pada pekan pertama Juni 2025, terdapat 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras. Ini artinya, ada tambahan 14 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras hanya dalam waktu sepekan.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyebut sudah berbulan-bulan harga beras medium di atas HET secara nasional. Begitu pula dengan beras premium.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) meyakini kondisi perberasan nasional terkendali seiring memadainya Stok Beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur.
PIBC merupakan barometer pasar beras nasional yang berperan penting dalam pergerakan harga beras di tingkat konsumen.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan, berdasarkan hasil pantauan pada periode 25 Mei-1 Juni 2025, rata-rata stok beras di PIBC tercatat sebanyak 49.960 ton. “Dengan rerata stok beras pada beberapa hari terakhir, tentu kita bisa melihat bahwa stok beras di PIBC di atas 45.000 ton,” kata Arief dalam keterangannya (Bisnis.com, 17/6/2025).
Pangan sebagai Komoditas, Bukan Hak Dasar?
Fenomena anomali harga beras ini, di mana stok melimpah namun harga melonjak, dapat dilihat sebagai cerminan pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme.
Dalam pandangan ini, urusan pangan tidak dipandang sebagai hak dasar rakyat yang wajib dijamin negara, melainkan sekadar komoditas yang diperdagangkan demi keuntungan.
Hal ini terlihat jelas dari peran negara yang cenderung hanya bertindak sebagai regulator, alih-alih pelindung atau penjamin distribusi yang adil. Akibatnya, rakyat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah, menjadi korban fluktuasi harga yang tidak terkendali.
Pada dasarnya, kita sangat membutuhkan pemimpin yang bijaksana dan dapat menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin yang mampu mengatur dan adil dalam mengelola kekayaan alam yang ada.
Solusi Berbasis Islam: Menjamin Kebutuhan Pokok Rakyat
Dalam Khilafah, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Negara akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya komoditas dagang.
Konsep ini selaras dengan ajaran Islam yang memandang pemenuhan kebutuhan pokok sebagai tanggung jawab negara bagi setiap individu.
Meskipun Islam melarang pemerintah mematok harga dan membiarkan harga ditetapkan oleh mekanisme permintaan dan penawaran, Islam memiliki mekanisme ketat untuk memastikan ketersediaan pangan dan stabilitas harganya.
Negara akan memberikan subsidi bibit, pupuk, maupun saprotan (sarana produksi pertanian) kepada petani secara cuma-cuma untuk menjamin kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan.
Praktik monopoli, penimbunan komoditas, dan manipulasi harga sangat dilarang dalam Islam. Perlu adanya tindakan tegas dari negara terhadap oknum yang melakukan kecurangan ini agar harga komoditas bahan pokok tetap stabil.
Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara dapat bersifat independen dalam pangan. Meskipun demikian, impor diperbolehkan asalkan memenuhi kriteria syariat, seperti larangan bekerja sama dengan negara kafir harbi yang berpotensi merugikan umat.
Mencari Solusi Jangka Panjang untuk Kesejahteraan Pangan
Melonjaknya harga beras di tengah melimpahnya produksi bukanlah sekadar fluktuasi pasar biasa, melainkan anomali yang mencerminkan adanya praktik tidak sehat dan pengelolaan pangan yang belum optimal.
Jelas terlihat bahwa solusi jangka panjang tidak dapat hanya berupa 'tambal sulam regulasi'. Sebaliknya, ini memerlukan perubahan fundamental dalam cara negara memandang dan mengelola kebutuhan pokok rakyat.
Dengan mengembalikan peran negara sebagai penjamin kebutuhan dasar dan menerapkan prinsip-prinsip yang adil, sebagaimana diatur dalam ajaran Islam, stabilitas pangan dan kesejahteraan rakyat dapat terwujud.
Waallahualam Bishowab.
0 comments:
Posting Komentar