Oleh Rahayu
(Pegiat Dakwah)
Belum lama ini, Kejaksaan Agung menangkap 18 tersangka dalam kasus korupsi Pertamina, yang merugikan negara hingga Rp285 triliun (Kompas.com, 11 Juli 2025). Salah satu modus operandinya adalah menjual minyak mentah ke luar negeri, lalu mengimpornya kembali dengan harga lebih tinggi. Akibatnya, rakyat kecil kesulitan membeli minyak karena harganya melonjak, padahal minyak tersebut berasal dari sumber daya alam (SDA) milik bangsa sendiri. Ironisnya, minyak mentah itu sebenarnya masih Ketika Korupsi Menjadi Tradisi: Saatnya Kembali pada Syariat dimanfaatkan untuk kebutuhan dalam negeri.
Korupsi sebagai Tradisi yang Mengakar
Fakta ini kembali menegaskan bahwa korupsi telah menjadi tradisi yang mengakar kuat di negeri ini, bahkan di tengah masyarakat mayoritas Muslim. Dari elite penguasa hingga rakyat biasa, praktik haram ini menyebar tanpa rasa malu dan nyaris tanpa henti. Setiap hari, media menyajikan berita korupsi bak menu wajib: dari televisi, media sosial, hingga surat kabar. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya SDA seperti emas, minyak, gas, batu bara, nikel, hutan, dan laut. Namun, kekayaan ini tak cukup untuk menyelamatkan negeri dari krisis moral dan kehancuran sistemik.
Lemahnya Sistem Hukum dan Dampak Kapitalisme Demokrasi
Kerusakan ini tak lepas dari lemahnya sistem hukum yang berlaku. Hukum tampak tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Rakyat kecil dihukum tanpa ampun, sementara para penguasa atau pemilik modal kerap bebas dari jerat hukum. Uang dan pengaruh bisa membeli keadilan. Rakyat pun hanya bisa menyaksikan ketimpangan ini dengan getir dan kecewa. Korupsi telah menjadi wajah gelap dari sistem kapitalisme demokrasi yang selama ini diterapkan.
Akar Korupsi: Lemahnya Iman dan Sekularisme
Jika ditelaah lebih dalam, suburnya korupsi di negeri ini berakar dari lemahnya iman serta jauhnya umat dari nilai-nilai Islam. Ketakwaan, yang seharusnya menjadi benteng dari kerakusan dan cinta dunia, telah terkikis dalam sistem kehidupan sekuler saat ini. Demokrasi kapitalis membuka peluang besar bagi pemilik modal untuk membeli kekuasaan. Proses demokrasi hanya menjadi panggung transaksi kekuasaan lima tahunan, bukan ajang memperjuangkan kepentingan rakyat.
Solusi Hakiki: Kembali pada Syariat Islam
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengevaluasi sistem yang selama ini menjadi pijakan berbangsa dan bernegara. Sistem kapitalisme-demokrasi terbukti gagal menegakkan keadilan dan mencabut akar korupsi. Sebaliknya, dalam sejarah Islam, kita mengenal sosok-sosok pemimpin adil seperti Khalifah Umar bin Khattab yang tidak segan memeriksa harta pejabat yang mencurigakan, bahkan mengembalikannya ke baitulmal. Rasulullah SAW juga telah menegaskan bahwa harta yang diperoleh secara haram (ghulul) akan menjadi azab di akhirat (HR. Muslim).
Kini saatnya umat bangkit dan menyadari bahwa solusi hakiki tidak berasal dari sistem buatan manusia yang rapuh, tetapi dari sistem ilahi yang menyeluruh dan sempurna. Syariat Islam tidak hanya memberikan sanksi tegas bagi pelaku korupsi, tetapi juga membangun pencegahan melalui pendidikan iman, sistem ekonomi yang adil, dan kontrol masyarakat yang aktif. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, yang menyentuh seluruh aspek kehidupan, korupsi dapat diberantas hingga keakar-akarnya, hukum ditegakkan dengan adil, dan kehormatan negeri ini dapat dipulihkan.
Wallahu a’lam bishshawab.
0 comments:
Posting Komentar