SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 22 Juli 2025

Oleh: Sendy Novita, S.Pd, M.M

(​Pendidik & Pengkaji Pemikiran Islam Kontemporer)

  





Di tengah gemerlap dunia yang makin sekuler, tak bisa dimungkiri banyak dari kita, umat Muslim, merasa tertekan untuk berkompromi dengan syariat demi "eksis" atau "relevan". Kita melihat bagaimana sekuler, yang memisahkan kehidupan dari agama, perlahan mengikis keyakinan dan praktik keagamaan. Namun, benarkah mencintai Allah dengan sepenuh hati akan membuat kita kehilangan? Justru sebaliknya, cinta yang hakiki kepada-Nya adalah benteng terkuat yang tak akan pernah membuat kita merugi.

Godaan Eksistensi di Dunia Sekuler

​Faktanya, banyak Muslim muda, dan bahkan sebagian yang lebih tua, tergoda untuk meninggalkan sebagian syariat Islam demi diterima di lingkungan sosial, mendapatkan pengakuan profesional, atau sekadar merasa "modern". Standar kesuksesan duniawi sering kali diukur dari popularitas, kekayaan, dan pencapaian material, yang terkadang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kita melihat fenomena hijrah yang masif, namun di sisi lain, ada pula mereka yang tergelincir kembali demi mengejar "eksis" di media sosial atau lingkaran pergaulan tertentu. Ini adalah buah dari sistem sekuler yang secara halus menjauhkan kita dari hakikat kehidupan beragama, seolah-olah agama adalah urusan pribadi yang tak boleh mencampuri ranah publik.

Teladan Rasulullah dan Para Sahabat: Dunia di Tangan, Akhirat di Hati

​Mari kita berkaca pada masa Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Mereka adalah generasi terbaik yang menunjukkan bagaimana mencintai Allah dan akhirat jauh lebih utama dari dunia ini. Para sahabat rela meninggalkan harta, keluarga, bahkan tanah kelahiran demi menjaga keimanan mereka. Mereka berhijrah ke Madinah, meninggalkan segala kenyamanan demi tegaknya agama Allah. Ammar bin Yasir, Bilal bin Rabah, dan Sumayyah adalah contoh nyata bagaimana mereka memilih siksaan demi mempertahankan keimanan mereka, bukan meninggalkan syariat demi eksistensi. Dunia ini bagi mereka adalah ladang amal, bukan tujuan akhir. Mereka bekerja keras, berdagang, dan berperang, namun semua itu dilakukan dengan niat mencari rida Allah, bukan semata-mata untuk mengumpulkan kekayaan atau kekuasaan.

​Dalam banyak riwayat, Rasulullah ﷺ senantiasa mengingatkan para sahabat tentang fana'nya dunia dan kekalnya akhirat. Beliau bersabda, "Dunia ini adalah penjara bagi mukmin dan surga bagi kafir." (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa kenyamanan sejati dan kebahagiaan abadi hanya ada di akhirat, bukan di dunia. Ketika hati dipenuhi cinta kepada Allah, segala godaan duniawi akan terasa kecil dan tak berarti.

Khilafah: Benteng Penjaga Keimanan Rakyat

​Bagaimana dengan sistem yang melindungi keimanan rakyatnya? Dalam sejarah peradaban Islam, Daulah Khilafah adalah institusi yang didirikan untuk menjaga syariat dan keimanan umat. Khilafah, dengan sistem hukum dan sosialnya yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah, berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi setiap individu untuk menjalankan agamanya tanpa rasa takut atau tekanan.

​Di bawah naungan Khilafah, pendidikan agama diutamakan, peradilan Islam ditegakkan, dan nilai-nilai moral dijunjung tinggi. Masyarakat didorong untuk beribadah, menuntut ilmu agama, dan berinteraksi secara Islami. Tentu saja, tidak berarti semua orang sempurna, namun sistem yang ada memfasilitasi dan melindungi praktik keagamaan. Adanya muhtasib (pengawas pasar dan moral) misalnya, memastikan bahwa transaksi ekonomi dan interaksi sosial sesuai syariat. Dengan demikian, rakyat merasa aman dan tenteram dalam menjalankan syariatnya, bahkan merasa terbantu untuk berpegang teguh pada agamanya, karena lingkungan sekitar mendukung hal tersebut.

Kembali ke Hakikat Cinta

​Mencintai Allah tidak akan membuat kita kehilangan apapun yang esensial dalam hidup ini. Justru sebaliknya, cinta kepada-Nya akan membimbing kita menuju kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara, dan eksistensi sejati kita ada di hadapan Allah kelak. Ketika kita mengorbankan syariat demi eksistensi semu di dunia, kita sebenarnya kehilangan inti dari keberadaan kita sebagai seorang hamba.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts

Blog Archive