SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 08 Juli 2025

Oleh: Rati Suharjo 

(Pegiat Literasi)



Beras adalah kebutuhan pokok utama bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Dengan kandungan karbohidrat dan nutrisi yang tinggi, beras merupakan sumber energi esensial. Tak heran, banyak orang merasa belum kenyang tanpa mengonsumsi nasi, bahkan setelah mengonsumsi sumber karbohidrat lain. Ketergantungan yang tinggi ini membuat kelangkaan atau kenaikan harga beras menjadi masalah besar.

Fenomena inilah yang terjadi saat ini. Menurut Prof. Lilik, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, stok beras di Bulog melimpah ruah, mencapai 4,2 juta ton. Namun, paradoksnya, harga beras di pasaran justru melonjak, merugikan masyarakat luas (beritasatu.com, 19/6/2025).

Kelangkaan di Pasar di Tengah Stok Berlimpah

Ironisnya, meskipun stok beras nasional diklaim berlimpah, terjadi kelangkaan di pasaran. Ini menyebabkan harga beras melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Juni 2025, sebanyak 133 kabupaten mengalami kenaikan harga beras.

Kesengsaraan ini mencerminkan kegagalan sistem kapitalisme dalam menyejahterakan rakyat. Bulog, yang memiliki mandat untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pangan, justru mengalami penumpukan gabah di gudang. Akibatnya, suplai beras ke pasar terganggu dan harga melonjak. Dalam prinsip ekonomi, harga terbentuk dari hukum penawaran dan permintaan. Ketika permintaan tinggi tetapi suplai terbatas, harga akan naik. Sebaliknya, jika suplai tinggi namun permintaan rendah, harga akan turun.

Permasalahan Produksi dan Distribusi

Teori ekonomi ini tidak bisa diabaikan, terutama di tengah kompleksitas pengadaan beras, baik dari sisi produksi maupun distribusi. Meskipun Indonesia adalah negara agraris dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani, kini banyak petani yang beralih profesi. Sementara itu, dalam aspek distribusi, praktik penimbunan masih sering ditemukan.

Kondisi carut-marut ini tidak terlepas dari sistem yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme dengan ideologi sekularismenya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, tanpa memedulikan penderitaan rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator atau pengawas semata, bukan pelayan rakyat. Ini berujung pada berbagai kerusakan sosial seperti kemiskinan, ketimpangan ekonomi, dan masalah kesehatan.

Solusi dalam Sistem Islam (Khilafah)

Dalam sistem Islam (khilafah), kondisi ini dianggap sebagai kezaliman. Kebutuhan pangan adalah kebutuhan primer yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara harus mempermudah proses produksi dan distribusi. Dalam produksi, negara mendukung petani dengan menyediakan bibit unggul, pupuk terjangkau, serta pendidikan dan pelatihan agar petani menjadi profesional.

Dalam distribusi, negara Islam akan menugaskan seorang qadhi hisbah untuk mengawasi pasar. Tujuannya adalah mencegah kecurangan, penimbunan barang, dan penetapan harga sewenang-wenang. Perilaku kejahatan dalam sektor pangan pun dapat dicegah.

Mengapa demikian? Karena dalam Islam, pemimpin (imam) adalah ra'in atau pelindung rakyatnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: "Imam laksana penggembala kambing" (H.R. Bukhari). Maknanya, seorang pemimpin bertanggung jawab penuh memenuhi kebutuhan rakyat, mulai dari pangan, papan, kesehatan, hingga keamanan dari dalam maupun luar negeri.

Hal inilah yang absen dalam sistem kapitalisme saat ini. Dalam demokrasi kapitalisme, pemerintah hanya bertindak sebagai pengatur, sedangkan kebutuhan rakyat diserahkan kepada para kapitalis. Padahal, watak kapitalisme adalah meminimalkan modal untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Maka, mustahil rakyat akan hidup sejahtera. Meskipun stok beras melimpah, kehidupan rakyat justru bagai "tikus mati di lumbung padi."

Potensi Indonesia yang Tidak Dimanfaatkan

Sebagai negara agraris yang kaya sumber daya dan memiliki dua musim yang mendukung pertanian, Indonesia seharusnya mampu mencapai swasembada pangan. Namun, negara tidak serius mendukung sektor pertanian. Akibatnya, kesengsaraan terus menimpa rakyat.

Untuk mengatasi semua ini, hanya ada satu solusi, yaitu kembali menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai daulah. Dengan sistem Islam, negara akan menjalankan perannya sebagai pelayan dan pelindung rakyat secara menyeluruh. Hanya dengan itu, Indonesia dapat kembali hidup makmur dan sejahtera.

Wallahu a’lam bish-shawab.



0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts

Blog Archive