Oleh: Anizah
(Penulis dan Aktivis Kota Blora)
![]() |
Beberapa waktu lalu, masyarakat dikagetkan dengan kasus Minyakita palsu yang ternyata minyak curah dan takarannya tidak sesuai. Kini, masyarakat kembali dikejutkan dengan beras premium yang dioplos dengan beras berkualitas rendah.
Terbaru, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman bersama Satgas Pangan Polri dan tim Kementerian Pertanian mengungkap temuan mengejutkan. Sebanyak 212 dari 268 merek beras premium terbukti melakukan pengoplosan dan pelanggaran standar kualitas, berat, dan harganya.
Dari pengujian 13 laboratorium di 10 Provinsi, hasilnya sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 85,56% beras premium tidak sesuai mutu, 59,78% dijual di atas Harga Ecer Tertinggi (HET), dan 21,66% beratnya tidak sesuai. Akibat dari kasus ini, kerugian bisa mencapai Rp 100 triliun setiap tahunnya. (METROTV 14/07/2025)
Akibat Sistem Kapitalisme
Kecurangan demi kecurangan dalam sistem kapitalisme sudah menjadi hal yang biasa. Sistem yang berasaskan materi akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa peduli ada banyak masyarakat yang menderita dan dirugikan.
Peredaran beras palsu ini sangat merugikan. Bagaimana tidak, sudah kualitas tidak sesuai mutu, mengklaim beras premium, tetapi nyatanya beras dengan kualitas standar, takarannya tidak sesuai, ditambah lagi harganya di atas HET. Masyarakat berjuang menyisihkan anggaran lebih supaya bisa membeli beras berkualitas untuk keluarga, tetapi nyatanya dioplos juga.
Sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan mencetak manusia-manusia yang tak takut akan Tuhannya. Mereka melakukan perbuatan sesuka hati tanpa memandang halal haram atau terpuji dan tercela.
Sistem sanksi yang diterapkan pun tidak bisa membuat efek jera bagi pelakunya. Bahkan, hukum di sistem ini bisa diperjualbelikan atau bisa jadi pelaku kebal dari hukum karena mempunyai banyak uang dan dekat dengan penguasa.
Adapun negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, tidak benar-benar mengurusi ketersediaan pangan untuk rakyatnya. Negara merasa sudah cukup aman ketika stok pangan diklaim cukup, tetapi ternyata banyak yang dioplos. Inilah akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memosisikan negara hanya sebagai regulator, bukan pengurus rakyat.
Islam Mampu Mencegah Kecurangan
Sejatinya, permasalahan umat pada hari ini bahkan seluruh dunia adalah karena ketiadaan penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah. Dalam Islam, penguasa memiliki tanggung jawab penuh untuk menjadi pemimpin yang amanah, jujur, adil, dan menjaga kemaslahatan umat.
Jadi, di dalam Islam, jabatan bukanlah suatu posisi untuk mencari keuntungan, melainkan amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Dalam Islam, negara harus hadir penuh dalam urusan pangan. Bukan hanya memastikan pasokan yang tersedia, akan tetapi mengelola seluruh rantai produksi hingga distribusi. Negara tidak akan membiarkan urusan vital seperti pangan jatuh ke tangan korporasi swasta yang hanya berorientasi pada keuntungan semata.
Dalam distribusi, Khilafah mengawasi pasar agar rantai niaga berjalan jujur dan adil. Negara melarang tegas penimbunan, kecurangan, riba, tengkulak, dan kartel. Jika ditemukan pelanggaran publik seperti kecurangan dalam perdagangan, maka pelaku akan diberi sanksi sesuai syariat Islam secara langsung dan efektif tanpa berlarut-larut.
Hanya negara Islam (Khilafah) yang mampu memenuhi kebutuhan pokok secara adil dan merata, serta mencegah manipulasi dan kedzaliman. Inilah wujud nyata dari sistem Islam, menjadikan penguasa sebagai pelayan umat dan menegakkan aturan Allah demi kebaikan dan keberkahan seluruh masyarakat.
Wallahualam bissawab.


0 comments:
Posting Komentar