SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 14 September 2025

Oleh: Azzimatul Ilmi Ramadhina

(Aktivis Kota Blora)


Pembantaian besar-besaran kembali terjadi di Gaza, Palestina. Dengan dikirimnya tentara barbar berjumlah 60.000 pasukan, penjajah berencana merebut dan mengosongkan seluruh wilayah Gaza di tengah tekanan internasional untuk mengakhiri genosida. Upaya mengosongkan Gaza dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pengeboman pusat pendidikan dan kesehatan, hingga menciptakan penderitaan kelaparan yang disengaja. 


Namun, di tengah semua penderitaan ini, ketangguhan mental generasi muda Gaza untuk mewujudkan mimpi-mimpinya sangatlah kuat. Mereka tetap giat belajar, mengukir prestasi, dan terus berjuang mempertahankan tanah tempat tinggalnya.


Sementara itu, di belahan bumi lain, ada fenomena Duck Syndrome yang sedang menjangkiti para mahasiswa dan pemuda. Mereka terlihat senang dan tenang di luar, padahal batinnya penuh dengan tekanan besar. Kondisi ini digambarkan pada mahasiswa Universitas Stanford, California, sebelum akhirnya diadopsi oleh banyak kampus di seluruh dunia. Sungguh disayangkan, karena kasus ini jarang sekali dibahas oleh banyak intelektual maupun influencer di Indonesia.

Perbedaan yang Mencolok

Kontras antara kedua kondisi ini sangat mencolok. Di tengah perang, anak-anak dan pemuda di Gaza tetap dididik untuk menjadi penjaga Masjid Al-Aqsha. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, mereka memiliki kemampuan untuk memberikan pelajaran dan melakukan diskusi. Pendidikan Qur’ani yang mereka terima membentuk generasi berkepribadian Islami yang kuat. Dalam kondisi genting dan darurat, mereka tetap menuntut ilmu, karena bagi mereka, perang bukanlah alasan untuk berhenti belajar. Bahkan, banyak di antara mereka yang menyelesaikan pendidikan tanpa didampingi orang tuanya karena telah syahid.


Lain halnya dengan apa yang dialami oleh para pemuda yang berada dalam tekanan sistem Kapitalisme saat ini. Mereka bukan berjuang dari trauma perang, melainkan berjuang mati-matian untuk tetap bertahan dengan tuntutan gaya hidup ala Sekuler-Kapitalisme. 

Gaya hidup ini mendorong mereka untuk terus hidup sesuai tren. Ditambah lagi dengan fenomena FOMO (Fear of Missing Out) atau takut tertinggal, yang merambah di berbagai lini kehidupan seperti food, fashion, film, fun, dan masih banyak lagi bukti ghazwul fikr (perang pemikiran) lainnya. 

Lemahnya kondisi iman menjadikan generasi muda tidak memahami hakikat kehidupan, prioritas amal, dan rendahnya kesadaran politik. Sistem Sekuler-Kapitalis ini membuat kaum muda menjadi krisis multidimensi sehingga mereka tidak bisa menghadapi segala problematika kehidupannya seorang diri.

Solusi Tuntas Berlandaskan Akidah Islam

Jika seluruh kaum muslimin diibaratkan sebagai satu tubuh yang lengkap, maka Gaza adalah bagian dari tubuh kita yang sedang terkoyak penuh luka. Keadaannya membutuhkan kekuatan dan kesatuan seluruh kaum muslimin agar dapat mengakhiri perang dan mengembalikan kehidupan yang tenteram di bawah naungan Islam. Oleh karena itu, perlu perjuangan untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah. Perjuangan ini membutuhkan dukungan umat, termasuk para pemuda atau para mahasiswa muslim itu sendiri.


Ketangguhan mentalitas anak-anak Gaza harus menjadi inspirasi bagi mereka yang terjangkit fenomena Duck Syndrome. Ketangguhan mental itulah yang menjadi bukti nyata luhurnya sistem Islam dalam membina generasi. Dengan sistem ini, para pemuda-pemudi tidak lagi memiliki mental strawberry, yang visualnya elok nan eksotis tetapi sebenarnya rapuh saat berulang kali disentuh.


Memang bukan tugas yang mudah, terutama untuk memahamkan kembali hakikat identitas hakiki sebagai seorang muslimah yang mampu menjalankan seluruh dimensi kehidupannya. Mereka perlu disadarkan dari jebakan standar gaya hidup ala Sekuler-Kapitalisme yang justru menistakan martabat perempuan. Padahal, seharusnya mereka dapat menjadi muslimah berdaya yang mampu memperdayakan semua dimensi kehidupannya untuk cita-cita umat.


Ini bukan solusi tambal sulam, melainkan butuh solusi tuntas dengan asas Akidah Islam untuk menangani kasus ini, yang mencakup:


  1. Solusi individu: Berusaha untuk terus meluruskan tujuan hidup, membangun kepribadian Islam, memperbanyak ibadah dan taqarrub ilallah, mencari lingkungan positif, dan aktif berdakwah.
  2. Solusi masyarakat: Harus senantiasa aktif dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar di mana pun dan kapan pun.
  3. Solusi negara: Harus menggunakan sistem dan hukum kepemerintahan yang berlandaskan Islam secara keseluruhan.


Tentunya, semua itu membutuhkan penyadaran politik sehingga timbul kebutuhan umat terhadap sistem kehidupan yang benar, yaitu sistem Islam, sebagai solusi krisis multidimensi, termasuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Zionis.



0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts

Blog Archive