SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 07 September 2025

Oleh: Rati Suharjo

Pegiat Literasi



“Untukmu yang duduk sambil diskusi

Untukmu yang biasa bersafari

Di sana, di gedung DPR…”


Penggalan lagu Wakil Rakyat karya Iwan Fals kembali menggema. Kali ini bukan sekadar kritik, melainkan tamparan keras bagi para wakil rakyat. Kursi empuk dan jas rapi yang seharusnya melambangkan kehormatan justru menjadi simbol nurani yang tertidur. Rapat-rapat yang dipenuhi kepentingan pribadi meminggirkan suara rakyat, sementara janji-janji kampanye hanya menjadi hiasan semata.


Saat rakyat menanti kebijakan yang mampu meredakan beban hidup yang kian menghimpit, mereka justru dipaksa menyaksikan kabar pengesahan tunjangan DPR. Ironisnya, keputusan itu dirayakan dengan sorak-sorai dan tarian para wakil rakyat—sebuah pemandangan yang mencederai nurani publik.


Publik pun marah besar setelah Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring, tewas tertabrak mobil taktis Brimob saat mengantar pesanan. Peristiwa ini memicu gelombang protes yang meluas. Jakarta menjelma lautan amarah rakyat. Kantor polisi digeruduk, gedung pemerintah dilalap api, dan jalanan diselimuti asap ban terbakar. Setiap jilatan api berdiri sebagai vonis atas pengkhianatan negara terhadap rakyatnya.


Aksi massa tersebut merembet ke berbagai kota lain. Rumah pejabat dan selebritas politik seperti Uya Kuya, Eko Patrio, Sri Mulyani, Nafa Urbach, hingga Ahmad Sahroni menjadi sasaran amukan rakyat (detiknews.com, 31/8/2025). Pernyataan Sahroni yang menyebut seruan pembubaran DPR “tolol” serta pembelaannya terhadap kekerasan aparat justru memperbesar kemarahan. Kota-kota seperti Banten, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Solo, dan lainnya tak luput dari gelombang protes.


Gejolak ini menunjukkan bahwa pergantian pejabat, perombakan kabinet, atau amandemen konstitusi tidak cukup untuk membawa kesejahteraan. Sistem demokrasi sekuler hanyalah membuat janji kosong kepada rakyatnya, namun akhirnya memihak kepada oligarki.


Permasalahan mendasar sesungguhnya bukan terletak pada siapa yang berkuasa, tetapi pada sistem yang diterapkan. Selama sistem ini bertahan, penderitaan rakyat akan terus berulang.


Maka, solusi sejati bukan sekadar reformasi atau perombakan kabinet, melainkan perubahan mendasar: kembali kepada syariat Islam sebagai dasar negara. Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan—mulai dari akhlak pribadi hingga tata kelola pemerintahan.


Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai pengurus umat, bukan pelayan korporasi. Salah satunya adalah menerapkan ekonomi Islam dengan mengelola kekayaan alam untuk kepentingan rakyat, bukan diprivatisasi. Dengan begitu, kesejahteraan dapat dirasakan secara nyata. Syariat juga menutup celah kesenjangan sosial, melindungi yang lemah, dan memastikan hak setiap warga—baik muslim maupun nonmuslim—terpenuhi.


Sejarah telah membuktikan keadilan Islam. Rasulullah saw. menerapkan ekonomi Islam dalam sebuah negara Islam di Madinah, yang kemudian dilanjutkan oleh para khalifah. Salah satu teladan terbesar adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah. Kepemimpinannya ditandai oleh keadilan, kesederhanaan, dan keberpihakan pada rakyat. Ia menghapus pajak yang zalim, mengembalikan tanah rampasan, dan mengelola Baitul Mal dengan penuh amanah.


Kesejahteraan pada masa itu begitu nyata hingga petugas zakat kesulitan menemukan orang miskin yang layak menerima bantuan. Zakat digunakan untuk membangun fasilitas umum, membantu orang yang terlilit utang, memerdekakan budak, serta memenuhi berbagai kebutuhan sosial lainnya.


Keadilan, kesejahteraan, dan ketenteraman sejati hanya akan terwujud jika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Daulah Islamiyah. Kini saatnya bangsa ini berhenti mengandalkan solusi tambal sulam dan kembali kepada hukum Allah yang sempurna.


Wallahu a‘lam bish-shawab.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts

Blog Archive