SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Rabu, 18 Januari 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)

 

Anak adalah harapan orang tuanya. Apa jadinya jika anak yang disayang hilang nyawa, jadi korban pembunuhan teman sebaya? Apa jadinya juga, jika orang tua tahu, anak kebanggaan menjadi pelaku pembunuhan?

 

Inilah fakta kelam yang menyorot perhatian publik. Dua remaja di Makassar berusia 17 dan 14 tahun tega menculik dan menghabisi nyawa anak 11 tahun. Karena terpapar konten penjualan organ tubuh dari situs Yandex, berupa ginjal. Yang bisa menghasilkan uang ratusan juta rupiah.

 

Kedua pelaku AD (17) dan MF (14) itu telah merencanakan pembunuhan. Dengan mengiming-imingi korban uang 50rb, jika mau membersihkan rumah AD. Di rumah tersebutlah korban FS (11) dianiaya dengan cara dicekik dari belakang dan dibenturkan ke tembok lima kali. Hingga akhirnya korban meninggal. (suara.com, 11/1/2023)

 

Namun sayangnya, setelah berhasil menghilangkan nyawa korban, mereka tidak tahu bagaimana cara mengambil ginjal. Selain itu, mereka juga kehilangan jejak, orang yang mau membeli ginjalnya. Karena memang belum pernah kontek-kontekan secara langsung. Akhirnya mayat korban dibuang.

 

Kombes Pol. Budhi Haryanto, selaku Kapolrestabes Makassar, mengatakan kedua pelaku statusnya masih pelajar. Mereka tergiur setelah melihat konten negatif di internet. Supaya bisa mendapatkan uang banyak.

 

Kegagalan Sistem

 

Pelaku pembunuhan yang masih berstatus pelajar. Menunjukkan bahwa sistem hidup yang diadopsi oleh negara telah gagal. Baik dari perwujudan sistem pendidikan, pergaulan, maupun keamanan.

 

Pertama, Kegagalan Sistem Pendidikan

 

Peristiwa kenakalan remaja dianggap menjadi hal biasa pada sistem saat ini. Karena mereka dianggap sedang mencari jati dirinya. Namun, sayangnya tidak ada pengarahan yang baik untuk membentuk jati diri pada para pemuda agar menjadi pribadi yang tangguh dan berakhlakul karimah.

 

Anak terlibat pembunuhan memang sangat tragis. Kasus ini hanya satu dari sekian banyaknya fenomena kekerasan yang melibatkan anak-anak. Jumlah anak yang harus berhadapan dengan hukum tetap konsisten. Bertengger di atas 100 anak dalam per tahunnya selama periode 2016-2019

 

Pada periode 2016-2020 saja, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) telah mencatat terdapat sekitar 655 kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Karena mereka menjadi pelaku kekerasan. Dengan rincian 506 anak menjadi pelaku kekerasan fisik dan 149 anak yang telah melakukan kekerasan secara psikis.

 

Menurut KPAI permasalahan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab bagi orang tua serta keluarga saja. Namun juga menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan. Karena fenomena terhadap paparan kekerasan sangat masif masuk dalam kehidupan anak yang berasal dari beragam media. Sehingga menurut KPAI fenomena zaman ini harus disertai kebutuhan sekolah dalam membaca kondisi kejiwaan pada setiap siswanya.

 

Sementara menurut dr. Arum Harjanti, seorang pengamat masalah perempuan, keluarga, dan generasi. Mengungkap kejadian tersebut menjadi gambaran kegagalan revolusi mental. Terutama pada bidang pendidikan.

 

Dalam mewujudkan profil pemuda yang memiliki kepribadian mulia, bernalar kritis, dan kematangan dalam proses berpikir. Juga menunjukkan kegagalan dalam membangun kerangka berpikir dan kepribadian anak seperti tujuannya dalam sisdiknas.

 

Kedua, Kegagalan Sistem Pergaulan

 

Hal ini, juga mencerminkan rendahnya literasi dalam pergaulan khususnya lingkungan digital bagi anak-anak. Serta abainya negara dalam menciptakan ruang digital yang ramah pada anak. Sangat ironis, kasus ini terjadi saat gencarnya program transformasi digital nasional.

 

Anak-anak kerap sekali menjadi korban dari lingkungan pergaulan, baik secara nyata maupun secara digital. Mulai dari kasus kekerasan seksual, tawuran, perundungan hingga pembunuhan. Semua itu banyak meracuni dunia anak. Ini tentu sangat mengkhawatirkan sekaligus membuat miris.

 

Orang tua semakin merasa resah saat anak berada di luar rumah. Namun juga tidak mungkin anak harus dikurung selama 24 jam di dalam rumah. Tentunya ini menjadi dilema bagi orang tua terhadap anaknya saat bergaul bersama temannya.

 

Ketiga, Kegagalan Sistem Keamanan

 

Tragedi ini pun sekaligus juga menunjukkan kegagalan dalam sistem keamanan. Anak menjadi semakin tidak aman baik dalam bergaul atau beraktivitas di lingkungan masyarakat. Orang tua akan jadi semakin was-was melepas anak keluar rumah, baik untuk main dengan kawan sebayanya, maupun untuk aktivitas lainnya.

 

Keamanan media sosial berimbas pada keamanan lingkungan hidup. Nahasnya, internet sangat tidak ramah terutama bagi anak-anak. Banyak anak terkontaminasi buruknya arus internet, yang akibatnya anak menjadi korban mulai dari kekerasan fisik dan psikis hingga hilangnya nyawa.

 

Oleh karenanya, sangat disayangkan lima program prioritas yang telah diusung dalam mempercepat transformasi digital. Rupanya telah melupakan keamanan bagi para penggunanya. Terutama untuk anak-anak.

 

Sekularisme Menjadi Biangnya

 

Gagalnya konsep sistem pendidikan, pergaulan, juga keamanan, dalam kapitalis sekuler. Sejatinya menunjukkan kegagalan dari sistem kehidupan atau asas ideologi yang mengurus negeri ini. Sistem sekuler ini menjadikan pengaturan ekonominya memiskinkan rakyat.

 

Sementara pengaturan pendidikannya hanya fokus pada capaian yang bersifat materiil saja. Seperti dengan capaiannya menggunakan indikator PISA (Programme for International Student Assessment). Capaian yang diinginkan hanya mengukur kecakapan dalam matematika, membaca, juga sains. Sedangkan untuk kesalehan dan kemuliaan akhlak diabaikan.

 

Selain itu sistem ini juga membentuk pribadi yang hedonis, materialistis, dan konsumtif. Membuat umat menjadi semakin jauh dari kemuliaannya sebagai manusia. Semakin Abai pada aturan agama, juga makin jauh dari ikatannya terhadap Allah Pencipta alam semesta.

 

Alhasil, sistem ini menciptakan seorang anak yang seharusnya tumbuh. Juga berkembang nilai-nilai kebaikannya. Justru berperilaku buruk bahkan membahayakan lingkungan juga kehidupan sesamanya.

 

Sistem Hidup Terbaik

 

Jika kehidupan ini carut-marut akibat dari pola sistem yang diterapkannya adalah sekuler-kapitalis. Maka berbeda dengan realita pada masa peradaban Islam. Saat peradaban Islam menaungi dunia, umat manusia tersejahterakan, tercukupi kebutuhan sandang, pangan juga papannya, terjamin keamanannya, hingga tercipta pergaulan dan kehidupan yang harmonis.

 

Demikian juga dengan pendidikannya. Menghasilkan pribadi-pribadi yang berakhlakul karimah, penuh kasih sayang terhadap sesama, saling tolong-menolong dan memiliki keimanan juga ketakwaan yang tinggi. Sehingga amat jarang ditemui kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi sampai anak terlibat kasus pembunuhan.

 

Yang ada adalah sosok-sosok para pemuda yang tumbuh dalam kemuliaan iman. Bahkan mampu mengukir prestasi hebat di berbagai bidang pendidikan juga kehidupan di tengah masyarakat. Ada banyak sosok pemuda berlian di masa kegemilangan Islam. Diantaranya adalah;

 

Ali bin Abi Thalib yang dijuluki kuncinya ilmu. Ada Usamah bin Zaid di usia 18 tahun sudah menjadi panglima perang yang pasukannya adalah para pembesar sahabat, seperti Abu Bakar dan Umar. Dalam menghadapi pasukan terbesar dan terkuat pada masa tersebut.

 

Zaid bin Tsabit seorang penulis wahyu, hafal kitabullah turut serta dalam kodifikasi Al Qur'an di usia 13 tahun, dan mampu menguasai bahasa Suryani hanya dalam 17 malam. Sehingga ia menjadi penterjemah Rasul saw. Ada Atab bin Usaid pada usia 18 tahun diangkat oleh Rasul saw. sebagai gubernur Makkah.

 

Muhammad Al Fatih di usia 22 tahun menjadi penakluk Konstantinopel dikala para jenderal besar merasa putus asa. Muhammad Al Qasim pada usia 17 menjadi penakluk India, sebagai jenderal agung di masanya. Kemudian juga ada Muhammad bin Idris atau Imam syafi'i usia 7 tahun hafal Al Quran dan usia 15 tahun menjadi mufti.

 

Para pemuda hebat itu terbentuk dalam masyarakat dengan penerapan aturan Islam kafah. Yang sangat berbeda kondisinya dengan sekarang ketika diatur oleh sekuler-kapitalisme. Hanya menghasilkan kerusakan serta kesengsaraan di berbagai area kehidupan.

 

Tentu jika masyarakat ingin mendapatkan kehidupan yang baik juga terciptanya para pemuda dengan pribadi unggulan. Maka tidak ada jalan lain, kecuali membuang sistem sekularisme (sistem yang memisahkan agama dari kehidupan). Yang nyata rusak dan telah merusak ini.

 

Selanjutnya berupaya untuk turut memperjuangkan agar syariat Islam kembali ditegakkan. Sebagaimana 13 abad lalu, pernah diterapkan. Yang menghasilkan profil pemuda idaman.

 

Wallahualam bissawab.

 

 

 

1 komentar:

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts