Oleh: Ernanda Luluk Fatimah
(Penulis & Pemerhati Isu Pendidikan Nasional)
Transformasi signifikan kembali mewarnai sistem pendidikan nasional Indonesia. Pemerintah secara resmi menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai pedoman baru dalam kebijakan pendidikan nasional, sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Penetapan ini diumumkan dalam sesi tanya jawab dengan Menteri Pendidikan di Jakarta Pusat pada 11 April 2025.
Bagaimana sistem yang akan diterapkan pada Kurikulum 2025 ini? Berbeda dengan Kurikulum Merdeka yang sebelumnya digagas oleh Menteri Nadiem Makarim, sistem pendidikan terkini ini mengintegrasikan elemen Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013, ditambah dengan pendekatan pembelajaran mendalam yang dikenal sebagai deep learning.
Alasan Perubahan Kurikulum: Menjawab Standarisasi Kemampuan Siswa
Perubahan kurikulum ini didasari oleh dua alasan utama:
1. Penerimaan siswa Indonesia di luar negeri: Kurikulum sebelumnya dianggap belum memiliki parameter jelas dalam mengukur kemampuan siswa, sehingga sering kali menjadi kendala bagi calon mahasiswa Indonesia saat mendaftar ke perguruan tinggi di luar negeri.
2. Peran Tes Kemampuan Akademik (TKA): Dengan hadirnya TKA, kemampuan siswa diharapkan menjadi lebih terukur, sehingga dapat mempermudah proses penerimaan mereka di universitas mancanegara.
"Jadi saat Pak Nadiem (Makarim) menjabat, sampel yang diambil kurang representatif. Banyak kampus di luar negeri enggan menerima (murid dari Indonesia) karena ukuran kemampuan pelajar tidak jelas. Sekarang, dengan hasil TKA, kemampuan masing-masing individu akan terukur," demikian disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti.
Kritik Terhadap Dinamika Perubahan Kurikulum
Di balik kebijakan baru ini, sejumlah kritik bermunculan dari berbagai kalangan. Anggota DPR, Sofyan Tan, misalnya, dalam Rapat Kerja Komisi X DPR pada 8 November 2024, menyuarakan kekhawatirannya. Menurutnya, perubahan kurikulum yang mendadak ini dapat menjadi beban berat bagi para guru, yang bahkan masih kesulitan beradaptasi dengan sistem lama namun sudah harus mempelajari sistem baru lagi.
Pengamatan di berbagai platform media sosial menunjukkan adanya resistensi publik terhadap perubahan ini, yang berujung pada menurunnya kepercayaan terhadap konsistensi arah pendidikan nasional. Hal ini disebabkan oleh frekuensi perubahan sistem pendidikan di Indonesia yang tinggi, sementara hingga kini belum ada satu pun sistem yang dinilai berhasil secara menyeluruh. Survei UNESCO tahun 2023 bahkan mengindikasikan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan rata-rata pencapaian negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Mengapa Konflik Ini Terus Terjadi?
Kebijakan pendidikan di Indonesia sering kali dinilai belum didasarkan pada data dan penelitian yang komprehensif. Selain itu, ketiadaan peta jalan pendidikan jangka panjang yang disusun secara menyeluruh dan disepakati bersama turut menjadi pemicu masalah. Seringnya pergantian kurikulum menciptakan kebingungan di kalangan pendidik, peserta didik, dan masyarakat luas. Akar masalah ini dapat dikaitkan dengan absennya Islam sebagai landasan utama dalam sistem pemerintahan dan kebijakan publik. Dalam pandangan Islam, negara bukan hanya entitas administratif, tetapi juga pelindung akidah, penjaga keadilan, dan pengayom umat.
Sepanjang sejarah, penerapan Islam secara menyeluruh dalam tata kelola pemerintahan, termasuk sektor pendidikan, terbukti telah melahirkan kemajuan peradaban dan menghasilkan generasi yang cemerlang. Beberapa contoh nyata dari kejayaan ini dapat diamati dalam peradaban berikut:
● Khilafah Abbasiyah (750–1258 M): Dikenal sebagai masa keemasan ilmu pengetahuan Islam. Negara mendirikan Bayt Al-Hikmah sebagai pusat riset dan pendidikan terkemuka. Ilmuwan seperti Al-Khawarizmi dan Ibnu Sina dapat berkembang pesat berkat dukungan penuh negara terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan.
● Khilafah Utsmaniyah (1299–1924 M): Menerapkan sistem madrasah dengan kurikulum yang menyatukan ilmu agama dan sains. Pendidikan dibiayai oleh negara dan menjadi bagian integral dari kebijakan pemerintahan.
● Peradaban Islam di Andalusia (711–1492 M): Cordoba pada masa itu menjelma menjadi pusat keilmuan terkemuka di Eropa, dilengkapi dengan ribuan perpustakaan serta institusi pendidikan yang maju.
Bagaimana Pemecahan yang Tepat dalam Islam?
Pendidikan Islam mengusung kurikulum yang konsisten, relevan, dan berorientasi pada pembentukan karakter serta penanaman nilai-nilai moral.
Kurikulum yang Berkelanjutan dan Berorientasi pada Nilai:
○ Sistem pendidikan jangka panjang perlu dirancang secara ilmiah, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan disepakati secara kolektif.
○ Pendidikan Islam mengutamakan kurikulum yang berkelanjutan, berlandaskan pada nilai-nilai Al-Qur'an dan Sunnah, serta relevan dengan perkembangan zaman.
○ Kurikulum harus mampu membimbing siswa untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan, serta memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
○ Perubahan pada kurikulum sebaiknya dilakukan secara bertahap dan terencana, dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk para ulama, pendidik, dan masyarakat luas.
● Integrasi Nilai-Nilai Islam dalam Semua Mata Pelajaran:
○ Pendidikan Islam menekankan pentingnya memasukkan nilai-nilai Islam dalam seluruh mata pelajaran, tidak terbatas pada pelajaran agama saja. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang baik, memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam, dan mampu menerapkannya dalam berbagai aspek kehidupan.
○ Para pendidik perlu dibekali pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai Islam agar dapat mengaplikasikannya secara optimal dalam proses pembelajaran.
● Peningkatan Kualitas Pendidik:
○ Pendidik perlu difasilitasi dengan pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan agar mereka mampu beradaptasi dengan dinamika zaman dan memberikan pendidikan yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini harus selaras dengan prinsip-prinsip syariah dan didorong oleh semangat mencari ilmu demi kemaslahatan umat.
● Peningkatan Sarana dan Prasarana:
○ Fasilitas yang memadai sangat krusial untuk mendukung proses belajar yang efektif.
○ Pemerintah dan pihak terkait perlu memastikan ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung pelaksanaan kurikulum, termasuk buku teks, perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas pendukung lainnya, yang semuanya diarahkan untuk menunjang pendidikan berbasis nilai.
● Penguatan Peran Orang Tua dan Masyarakat:
○ Pendidikan Islam menyoroti pentingnya peran orang tua dan lingkungan masyarakat dalam mendukung proses pendidikan.
○ Orang tua harus aktif mendampingi anak-anak dalam proses belajar, menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah, serta memberikan dukungan dan afirmasi positif.
○ Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam memberi teladan dan membentuk lingkungan yang mendukung nilai-nilai Islam.
Jika kita terus membiarkan pendidikan dikendalikan oleh kebijakan jangka pendek, maka masa depan generasi bangsa akan selalu berada dalam ketidakpastian. Saatnya kita kembali pada sistem yang kokoh secara ideologis dan terbukti unggul sepanjang sejarah.
Dengan menerapkan solusi-solusi tersebut, diharapkan pendidikan di Indonesia, termasuk kurikulumnya, dapat menjadi lebih stabil, relevan, dan terfokus pada pembentukan generasi yang beriman, berakhlak mulia, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Islam telah menawarkan alternatif solusi yang komprehensif untuk membangun sistem pendidikan yang stabil, bermakna, dan berkelanjutan. Sudah saatnya Indonesia menata ulang sistem pendidikannya menuju arah yang lebih jelas dan membawa perubahan positif. Kurikulum seharusnya tidak dijadikan alat politik sesaat, melainkan menjadi instrumen penting untuk membentuk generasi yang berkualitas.